KORANBERNAS.ID, SLEMAN--Terobosan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan dan retribusi secara efektif dan efisien, menjadi salah satu prioritas dari Kabupaten Kulonprogo dan Kota Yogyakarta. Hal ini terungkap dari Peraturan Bupati Kulonprogo dan Peraturan Walikota Yogyakarta tentang Master Plan Pengembangan Smart city dalam acara Sosialisasi Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UU HKPD) di Fakultas Hukum UGM pada Selasa, (8/8/2023). Florencia Irena G dalam paparannya menjelaskan, perubahan pengaturan oleh UU HKPD adalah gagasan dalam undang-undang tersebut adalah restrukturisasi pajak melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis pajak berbasis konsumsi menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (selanjutnya disebut PBJT). “Restrukturisasi Pajak dalam UU HKPD, sepintas perubahan jenis pajak yang sebelumnya diatur pada UU PDRD menjadi objek pajak dalam UU HKPD terkesan ringan. Namun, bilamana dicermati lebih mendalam, perubahan tersebut ternyata cukup fundamental,”jelas Nana sapaan akrab Irena. Florencia Irena G menegaskan, bahwa di dalam UU HKPD, hanya ada Wajib Pajak Pajak Barang Jenis Tertentu (PBJT) dan tidak ada lagi Wajib Pajak Hotel, Wajib Pajak Pajak Restoran, Wajib Pajak Hiburan, Wajib Pajak Pajak Penerangan Jalan, dan Wajib Pajak Pajak Parkir. “Adanya perubahan ketentuan perpajakan tersebut perlu mendapat perhatian dari 4 Pasal 2 ayat (2) huruf a, b, c, e, dan g UU PDRD 5 Pasal 50 UU HKPD,”tegasnya. Ardianto Budi Rahmawan staf pengajar FH UGM mengatakan, bahwa salah satu kegiatan yang dicanangkan berupa Sistem Monitoring dan Pembayaran Pajak Daerah secara Online yang menargetkan 1000 user (Wajib Pajak) yang melakukan pembayaran dan pelaporan secara online. Konsep smart city sudah mulai berkembang di Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. “Hal ini ditunjukkan dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Kulonprogo Nomor 100 Tahun 2018 tentang Master Plan Smart City Pemerintah Kabupaten Kulonprogo Tahun 2018–2023 dan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 131 Tahun 2021 tentang Masterplan Pengembangan Smart City Kota Yogyakarta Tahun 2022 – 2026,”kata Ardianto. Ardianto memaparkan, bahwa kedua peraturan ini merupakan terobosan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan dan retribusi secara efektif dan efisien. Salah satu kegiatan yang dicanangkan berupa Sistem Monitoring dan Pembayaran Pajak Daerah secara Online yang menargetkan 1000 user (Wajib Pajak) yang melakukan pembayaran dan pelaporan secara online. “Kegiatan di atas dapat dikatakan sebagai wujud modernisasi sistem perpajakan, yakni perbaikan struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi dalam kaitan dengan proses administrasi pajak. Tujuannya adalah meningkatkan kepercayaan masyarakat dan meningkatkan produktivitas serta integritas aparat pajak demi terwujudnya kepatuhan sukarela,”papar Ardianto. Ardianto menjelaskan bahwa belum satu tahun Perwali Smart City terbit, terjadi perubahan regulasi pajak daerah 1 Perwali No. 131 Tahun 2021 tentang Masterplan Pengembangan Smart City Kota Yogyakarta Tahun 2022 – 2026. Rahmat BPKAD Kota Yogyakarta mengungkapkan permasalahan di lapangan, bahwa adanya aturan tentang pajak daerah belum ada upaya penegakan hukum yang tegas. Hal ini karena baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya belum tersedia dengan baik. “Jika ada sebuah permasalahan pajak hanya ada satu upaya hukum yakni keberatan terhadap BPKAD Kota Yogyakarta, sedangkan untuk upaya banding pajak daerah belum ada mekanismenya,”ungkap Rahmat. Rahmat menambahkan bahwa permasalahan yang ada di lapangan adalah bahwa penyelenggaranya dari luar Kota Yogyakarta akan tetapi acara tersebut diselenggarakan di Kota Yogyakarta. “Petugas kami masih mengalami kendala dalam penerapan pajaknya dikarenakan penyelenggara tersebut dari luar Kota Yogyakarta yang secara administrasinya tunduk pada Kabupaten/Kota tersebut sehingga hilangnya potensi pajak tersebut,”imbuh Rahmat. Christ Agung BPKAD Kulonprogo mengatakan bahwa pajak daerah dalam pemungutannya menggunakan self assessment. Dalam melakukan setoran tersebut fiscus menunggu setoran dari wajib pajak. “Secara SDM kami masih sangat kurang untuk menghitung potensi pajak terhadap wajib pajak karena rata-rata WP didominasi oleh pengusaha mikro dan kecil dengan omset yang belum terlalu tinggi,” kata Agung. Wakil Dekan III Heribertus FH UGM, Jaka Triyana melalui aplikasi WA mengungkapkan, bahwa kegiatan tersebut adalah merupakan bentuk pengabdian FH UGM kepada masyarakat atas terbitnya UU HKPD yang baru. Sehingga melalui sosialisasi ini baik unsur pemerintah maupun organisasi profesi mendapatkan pengetahuan UU HKPD tersebut. “FH UGM merupakan mitra dari lembaga pemerintah, organisasi profesi maupun masyarakat, sehingga fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah tiga kewajiban yang terdapat dalam perguruan tinggi. Tiga kewajiban tersebut, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat,” pungkas Jetto sapaan akrab Heribertus Jaka Triyana. Hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut Mahaarum Kusuma Pertiwi selaku narasumber, Anugrah Anditya, selaku narasumber, BPC PHRI Kulon Progo, anggota PHRI Kota Yogyakarta, BPKAD Kota Yogyakarta dan BPKAD Kulonprogo. (*)