Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Miris, RS Dahulukan Administrasi Ketimbang Penanganan Medis

Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia Suriansyah Halim PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID– Adanya kabar bahwa Rumah Sakit (RS) di salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mendahulukan kelengkapan berkas sebelum menolong anak bawah umur yang telah beberapa hari demam, membuat banyak pihak prihatin. Suriansyah Halim sebagai Ketua Umum Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalteng menentang keras perbuatan oknum pada instansi pelayanan kesehatan tersebut. “Pasien darurat tidak boleh dibebani dengan urusan administrasi terlebih dahulu meskipun dengan alasan aturan rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas karena nyawa lebih penting dibanding urusan administrasi,” tegas Halim, Rabu (10/1). Menurutnya, RS memang berhak meminta administrasi, tetapi seharusnya juga pihak RS melihat keadaan pasien yang akan berobat apakah darurat atau tidak. “Jika kondisi darurat, administrasi dapat disusulkan setelah penanganan atau pengobatan untuk menyelamatan nyawa terlebih dahulu. RS pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka,” tegas Halim. Dia menyebut aturan tersebut tegas disebutkan dalam Pasal 32 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dimana RS sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Bahkan, Halim menyatakan ada konsekuensi hukum pidana jika akibat kelalaian atau pembiaran oleh RS menyebabkan korban mengalami penurunan kondisi kesehatan lanjutan atau bahkan kehilangan nyawa. Halim mengutip  Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan tentang pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta. Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, ucap Halim, dalam Pasal 29 ayat (1) huruf C UU Rumah Sakit, bahwa RS wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. “Jadi, seharusnya korban yang mengalami keadaan gawat darurat tersebut harus langsung ditangani oleh pihak rumah sakit untuk menyelamatkan nyawanya,” yakin Halim. Apabila rumah sakit melanggar kewajiban yang disebut dalam Pasal 29 UU Rumah Sakit, maka rumah sakit tersebut dikenakan sanksi admisnistratif berupa (Pasal 29 ayat (2) UU Rumah Sakit), teguran tertulis, denda dan pencabutan izin Rumah Sakit. “Yang berhak melaporkan, korban yang sakit atau keluarganya. Namun, jika menyebabkan meninggal dunia maka delik biasa, maka setiap orang yang mengetahui perihal tersebut berhak melaporkan kepada aparat penegak hukum,” pungkas Halim. dre