Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Tolak Kenaikan Pajak Spa 40%, PHRI: Kami Tidak Dilibatkan

Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani menolak kenaikan pajak spa yang mencapai 40%-75%. Menurut Haryadi, selama ini pihaknya dan stakeholder terkait tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan sebelum aturan itu keluar. “Dari sektor pariwisata yang terkait, sepengetahuan saya kita belum ada yang diajak bicara. Jadi, ditetapkannya kan tahun 2022, saya mengecek sektor yang terkait tidak ada yang diajak bicara,” kata Haryadi usai menghadiri konferensi pers “ASPI Menolak Penetapan Pajak Spa 40%, Desak Pemerintah Luruskan Definisi Spa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022, di Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024). Dalam hal ini, Haryadi mengatakan seharusnya pemerintah melibatkan stakeholder terkait seperti Asosiasi SPA & Wellness Indonesia, industri Spa, dan Asosiasi Spa Terapis Indonesia. Haryadi juga menyoroti dalam hal pengambilan keputusan itu, pemerintah tidak memikirkan serapan tenaga kerja dalam industri hiburan. Menurutnya, kebanyakan industri ini tidak memerlukan pendidikan tinggi seperti industri lain. “Ini adalah industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dan tenaga kerja yang diserap itu tidak memerlukan pendidikan tinggi, sehingga ini sangat dibutuhkan kepada rakyat,” ucap dia. “Bisa dibayangkan kalau pajak yang sedemikian tinggi lalu usaha itu berkembang, bagaimana 40%-75% itu sudah di atas dari sektor lain bahkan melebihi cukai,” pungkasnya. Diketahui, aturan ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Tarif pajak ini mulai berlaku per 1 Januari 2024. Berdasarkan Pasal 58 ayat 2, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. PHRIBisnis SpaPajak Hiburan Naik 40 Persen