Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Tanda Tanya di Balik Rencana Pemerintah Membentuk Dana ...

› Ekonomi›Tanda Tanya di Balik Rencana... Pemerintah berencana membentuk dana pariwisata. Namun, pengusaha dan pemerintah memiliki konsep dan target yang berbeda. OlehYOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA · 6 menit baca PT ANGKASA PURA IDokumentasi PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, November 2023, menampilkan suasana di area terminal Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali. Menjelang akhir tahun lalu, Menteri Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengumumkan bahwa pemerintah sedang merencanakan pembuatan dana pariwisata atau Indonesia Tourism Fund (ITF). Pendanaan ini digadang-gadang untuk mendukung pariwisata hijau dan berkelanjutan.Pengelolaan dana ITF akan melibatkan lintas kementerian, antara lain Kementerian Keuangan, Kemenparekraf, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Rencana ini juga telah disetujui Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas.Dana ITF dimaksudkan untuk menyokong promosi pariwisata Indonesia, pengenalan bangsa (nation branding), serta beragam penyelenggaraan kegiatan internasional. Bentuknya beragam, mulai dari wisata olahraga, seni pertunjukan, konser hingga pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE). Setidaknya acara ini akan digelar di destinasi wisata super prioritas (DPSP), yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.Baca juga: Penggunaan Dana Pariwisata DisorotKemenparekraf mendorong pelaku industri dan asosiasi pariwisata untuk menyelenggarakan acara internasional. Di antaranya adalah Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Tour dan Agen Travel Indonesia (ASITA), dan Asosiasi Kongres dan Konvensi Indonesia (INCCA).“Penyelenggaraan event-event berskala internasional yang dapat mendatangkan turis berkualitas, yakni mempunyai lama tinggal (length of stay) lebih panjang dan pengeluaran (spending of money)pada ekonomi lokal lebih besar,” tutur Sandiaga secara tertulis yang diterima Kompas di Jakarta, Kamis (18/1/2024).ARSIP KEMENPAREKRAFMenteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat menjelaskan pencapaian kementeriannya dalam jumpa pers akhir tahun di Jakarta, Jumat (23/12/2023).Beda konsepDalam perjalanannya, skema dana pariwisata ini dipertanyakan sejumlah pihak, mulai dari pemerhati pariwisata hingga pakar ekonomi. Pelaku usaha pun memiliki konsep yang berbeda terhadap rencana ITF. Hal ini mengemuka setelah GIPI bertemu dengan Sandiaga pada awal 2024.Ketua GIPI, Hariyadi Sukamdani mengatakan, konsep dana pariwisata pada awal pembicaraan bersama Kemenparekraf dan Komisi X berbeda dengan yang disebut-sebut belakangan ini. Sebelumnya, dana pariwisata dirancang berbentuk badan layanan umum (BLU). Berbeda dengan rencana pemerintah belakangan, yakni dana pariwisata dititipkan pada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).“Berarti otomatis itu semua terkait dengan isu lingkungan, kegiatan pariwisata yang di lingkungan. Jadi berbeda dengan konsep awal yang kami bicarakan untuk keseluruhan pariwisata,” ujar Hariyadi, saat dihubungi, Jumat (12/1/2024).Baca juga: Dana Pariwisata Siap Dibentuk untuk Dukung Pariwisata IndonesiaDana pariwisata yang dikembangkan pemerintah saat ini hanya bersifat sementara, ad hoc. Selanjutnya, GIPI akan tetap terus melanjutkan kajiannya guna mendirikan dana pariwisata independen.Hariyadi mengatakan, BLU merupakan bentuk yang paling memungkinkan untuk saat ini. Soal pendanaan dan konsepnya baru akan dipelajari dan disusun. Apabila tak diwadahi dalam bentuk khusus, dampak ke dunia pariwisata kurang maksimal.KompasWarga Desa Adat Kelaci, Marga, Kabupaten Tabanan, mengadakan prosesi mepeed, atau parade, membawa gebogan, atau susunan buah sebagai sesaji, ke monumen Candi Pahlawan Margarana di Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, 20 November 2019. Prosesi mepeed itu mengisi upacara peringatan Hari Puputan Margarana yang dilangsungkan setiap 20 November. Merasa tak dilibatkanBali, misalnya, pemerintah daerah merasa tak mendapat bagian dari pajak hotel dan restoran. Alhasil, pihaknya memungut dana tambahan ke turis-turisnya. Harapannya, BLU dapat mengakomodasi persoalan ini dengan sistem yang dapat menutupi pengeluarannya. Kenyataannya, dana promosi dan pengembangan pariwisata terbatas.Konsep ITF dan BLU yang dicanangkan pemerintah dan para pelaku usaha pariwisata ini berbeda. Hari berpendapat, BLU akan lebih terintegrasi dengan cakupan yang lebih luas, sedangkan pemerintah hanya bersifat sementara. Sebab, bisa jadi penerapan ITF hanya berlangsung di akhir pemerintahan ini saja dan tidak berlanjut di periode mendatang.Sebelumnya, langkah Kemenparekraf sempat dipertanyakan GIPI karena pelaku usaha merasa tak dilibatkan dalam penyusunan ITF. Padahal, beberapa bulan ke belakang, kelompok ini telah menginisiasi inisiatif serupa, yakni BLU.Baca juga: Iklim Baik Pariwisata BerkelanjutanDalam jumpa pers mingguan, Rabu (10/1/2024), Sandiaga mengatakan telah berjumpa dengan GIPI dan perwakilan pelaku usaha lainnya. ITF ini didorong dengan peraturan presiden (perpres) yang sedang disiapkan dengan pengelolaan dana di bawah Kementerian Keuangan.Salah satu pengelola (project management office)yang diusulkan adalah Indonesian Journey (Injourney), perusahaan pelat merah industri aviasi dan pariwisata. Fokus penggunaan dana untuk pembentukan citra dan promosi pariwisata Indonesia, serta pengelolaan acara internasional, disebut Sandiaga, bersifat mutlak sesuai arahan Presiden Joko Widodo.Risiko bebanMasa jabatan pemerintahan saat ini yang akan berakhir Oktober mendatang dinilai tak mengganggu rencana penerapan ITF. Namun, terdapat perbedaan pendapat pada target waktu penggunaan ITF.Menurut Hariyadi, sejauh konsep ITF dapat diterima, pihaknya tak mempermasalahkannya. Kajiannya harus komprehensif, bukan justru jadi beban baru bagi industri pariwisata.“Kami kan, melihat pola yang paling tepat. Tidak membebankan industri, tetapi malah bisa mendorong perkembangan pariwisata ini agar pertumbuhannya lebih cepat. Hal terpenting komprehensif (kajiannya), bisa diterima semua pihak enggak?” tuturnya.Baca juga: Berbagai Kalangan Desak Aturan Pajak Hiburan Ditunda dan DirevisiGIPI akan lebih aktif menyumbang usul bagi pemerintah. Kedua pihak menekankan bahwa komunikasi antarpihak terjalin baik.Tak akan ada tumpang tindih antara ITF dan BLU. ITF yang bersifat sementara ini akan menjadi bagian BLU. Sebab, dana pariwisata pemerintah hanya digunakan membiayai isu-isu lingkungan hidup.“Karena ini (ITF) sifatnya temporary, maka the real tourism fund itu yang jangka panjang pariwisata harus dipikirkan. Semua ada keterbatasan, tapi konsep harus dimatangkan dan disepakati terlebih dahulu,” kata Hariyadi yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia.KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISAKetua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani setelah menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (28/11/2023).Beda targetEkspektasi target yang diharapkan Hariyadi dan Sandiaga berbeda. Hariyadi berharap, setidaknya konsep ITF dapat dimatangkan hingga akhir masa jabatan Sandiaga sebagai menteri pada Oktober 2023. Sisanya, dapat diselesaikan DPR dan pemerintahan yang baru.Sementara, Sandiaga menargetkan ITF sudah bisa digunakan pada semester II-2024. “Sudah dipastikan tidak semester ini, tapi semester depan karena persiapan Perpres dan kelembagaan. Pendanaan awal dari Kemenkeu direncanakan tuntas pada semester I (2024),” kata Sandiaga.Baca juga: Kemenkeu: Pemda Boleh Beri Keringanan Tarif Pajak HiburanPada awal beroperasinya ITF, Kemenparekraf memprediksi alokasi dana yang digelontorkan senilai Rp 2 triliun. Sasarannya adalah untuk mendukung percepatan pertumbuhan sektor pariwisata pada 2024.Kemenparekraf menargetkan devisa pariwisata sebesar 13,08 miliar dollar AS atau Rp 204,4 triliun dengan kurs Rp 15.628 per dollar AS pada 2024. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara diharapkan mencapai 14,3 juta pergerakan yang menyerap 22,08 juta tenaga kerja.KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKOWisatawan menggunakan penutup mata sewaan saat hendak melakukan masangin atau berjalan melintasi sepasang pohon beringin di Alun-alun Selatan, Yogyakarta, Selasa (26/12/2023). Melonjaknya kunjungan wisatawan di Yogyakarta selama masa liburan akhir tahun membawa angin segar bagi para pelaku industri pariwisata di kota itu.Terburu-buruPeneliti senior Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Janianton Damanik, mempermasalahkan urgensi dan fokus program yang masih abu-abu. Ia antara lain mempertanyakan soal fokus ITF, rujukan konsep dari negara lain, dan format dana ini sendiri.Ia juga mengkritisi kegunaannya yang disebut-sebut sudah mutlak. “Kalau sudah ada kata ‘absolut’, berarti tak guna disoal lagi karena murni politis. Seharusnya publik dapat info awal hasil kajian sebagai basis menetapkan mutlak-tidaknya program itu,” ujar Janianton.Cakupan pendanaan ITF yang tak spesifik dapat menimbulkan ambiguitas dan tanda tanya. Format proyek ‘pariwisata berkelanjutan dan berkualitas’ pun dapat multitafsir karena tak dibingkai khusus sedari awal.Perhatian serupa turut disuarakan Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. Ia menilai, pemerintah cenderung terburu-buru, bahkan memaksa dalam penyusunan ITF.Apalagi, menurutnya, dana BPDLH semestinya digunakan untuk isu-isu lingkungan lain, seperti pengurangan emisi karbon dan transisi ke energi hijau. Dana yang disediakan pun terbatas.KOMPAS/TOTOK WIJAYANTOWarga Kampung Adat Waerebo, yang berada di lembah yang dikelilingi pegunungan di kawasan Satar Mese Barat, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, membawa kayu bakar sepulang dari merawat kebun, Kamis (8/2/2018).Dari sisi regulasi, Esther menambahkan, pemerintah seharusnya menyusun kebijakan yang berkelanjutan. Ia sepakat, BLU di bawah GIPI dapat lebih jelas pertanggungjawabannya. Sebab, ITF belum jelas skema transparansi dan alokasi penggunaannya.“Itu kan, semuanya (konsep) masih mentah. Ya menurut saya masih sekadar wacana. Ini kan, uang negara, enggak bisa kita alokasikan uang negara tanpa pertanggungjawaban jelas,” kata Esther.Baca juga: Pengusaha Spa Keberatan Dimasukkan dalam HiburanKetika regulasi telah terbentuk, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Beberapa di antaranya soal sumber daya manusia yang akan mengurus ITF, termasuk struktur organisasinya serta cara kerja dan skema haruslah jelas. Minimal, proses ini perlu digarap setahun hingga akhirnya bisa jelas terbangun sebagai lembaga baru. Editor:FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA