Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Ternyata Warga Tionghoa Tak Pernah Takut Islam! Baca Dialognya ...

SURABAYA | duta.co – Mencermati dialog Anies Baswedan dengan para tokoh Tionghoa dari Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP) dalam kunjungannya ke Museum Indonesia Tionghoa di Kelurahan Arung Muncang, Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 26 Agustus 2023, rasanya plong. “Ini bukti, ternyata warga Tionghoa tak pernah takut Islam. Mereka paham, bahwa, Islam itu kasih sayang. Kalau ada yang gembar-gembor Islam radikal, itu semua politik. Menjelek-jelekkan Islam untuk kepentingan politik, Islamophobia,”  demikian Andi Mulya SH, MH kepada duta.co, Senin (28/8/23). Menurut Andi, kebaikan warga Tionghoa memandang Islam, itu terbaca dalam Anies dengan mereka. Saat itu, Anies yang namanya masuk dalam 100 Tokoh Intelektual Dunia, menyampaikan pokok pikirannya kurang dari 20 menit dari balik podium. Selebihnya dialog. Andi Mulya, SH MH Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini ingin memanfaatkan waktu terbaik untuk berdialog dari hati ke hati, melalui forum tanya-jawab, termasuk isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan publik  yang selama ini sensitif. “Dan, warga Tionghoa sama sekali tidak bertanya soal intoleran yang dituduhkan kepada umat Islam. Mereka tahu, isu radikal dan intoleran itu politik, menakut-nakuti orang untuk tidak memilih Pak Anies. Tetapi, mereka paham dan merasakan, bahwa, Pak Anies-lah yang bisa menjadi pengayom. Rekam jejak beliau di DKI Jakarta menjadi bukti,” tegasnya. Saat dialog dengan warga Tionghoa, hadir banyak tokoh dan bertanya. Salah satunya adalah Henry Husada. Ia merupakan Wakil Ketua Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Koordinasi Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Justru pendiri Kagum Group ini awalnya menceritakan prediksinya pada awal tahun 2022 bahwa Anies Baswedan akan menjadi calon presiden. “Waktu itu, saya tanggal 27 Januari 2022 saya ke tempat Bapak, ke rumah Bapak. Saya pernah mengatakan: ‘Pak, siap-siap Bapak akan menjadi Calon Presiden’. Alhamdulillah, di tanggal 3 Oktobernya 2022, Bapak dideklarasikan,” kenang pengusaha properti ini bangga. “Nah, sekarang saya mewakili dari teman-teman semua, Pak. Bilamana Bapak jadi Presiden,  kita warga Tionghoa sudah diketahui bahwa kita tahu minoritas, Pak. Jadi, bagaimana Pak Anies untuk ibaratnya buat orang Tionghoa, Pak?” “Pak. Kita walaupun minoritas tapi kita senantiasa orang Tionghoa  cinta tanah air, Pak. Cinta kepada Negara Indonesia. Jadi kita supaya diberikan suatu kesempatan yang lebih baik lagi atau bagaimana, Pak. Oke, terima kasih,” kata Henry. Suasana dialog semakin akrab dan terbuka di Aula Utama YDSP. Pertanyaan sebelumnya dari Dewan Penasihat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini juga menggugah Sani Felicia untuk ikut bertanya dan mengkonfirmasi lebih dalam ihwal kebijakan Anies Baswedan jika kelak menjadi Presiden Republik Indonesia. “Selamat siang. Saya mewakili ibu-ibu, Pak Anies. Saya mau bertanya, seandainya Bapak terpilih jadi Presiden Republik Indonesia, apakah Bapak akan men-support kami-kami ini yang beragama Kristen dalam pembangunan gereja, dalam kebaktian, dalam kegiatan-kegiatan gereja? Terima kasih, Pak,” tanyanya. Mantan Rektor Universitas Paramadina ini tidak lantas menanggapi dengan janji-janji, melainkan dengan melihat bukti berupa rekam jejak selama ini. Terutama saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, keadilan diberikan untuk semua. Setiap golongan diberikan haknya dan diperlakukan sama. “The best predictor of future behaviour is your past behaviour. Rekam jejak masa lalu adalah prediktor terbaik atas rekam jejak besok,” jawab Anies, sebagaimana pantauan langsung KBA News di lokasi acara, Sabtu, 26 Agustus 2023. Pendiri Indonesia Mengajar ini lalu memberikan contoh bagaimana seorang gubernur dapat menyerap aspirasi komunitas Tionghoa di Jakarta, yakni dengan membangun kembali Gerbang Pecinan “China Town” yang dihancurkan oleh Jepang pada tahun 1938 silam. Gapura China Town Jakarta ini diresmikan Anies pada Kamis, 30 Juni 2022. “Bila di tanah ini kita menginginkan kesetaraan, maka siapa saja berhak untuk bisa mengekspresikan budayanya di tanah Ibu Kota yang di situ kita menempatkan semua setara. Alhamdulillah, Gerbang Pecinan itu sekarang terbangun dan tidak ada masalah sama sekali,” ungkap Anies yang disambut tepuk tangan meriah ratusan hadirin. Selanjutnya, ayah empat orang anak ini kemudian mengungkapkan rekam jejaknya yang mengutamakan kesetaraan dan meritokrasi. Sehingga orang-orang yang bersama dengan Anies sejak mendirikan Indonesia Mengajar terdiri dari lintas agama dan suku bangsa. Anies mencontohkan dua nama dari komunitas Tionghoa, yaitu Dedi yang hadir di lokasi dan Adelin Magdalena Sutanto (Aline) yang profilnya menjadi salah satu koleksi Museum Tionghoa Indonesia sebagai atlet renang. Anies  juga mencontohkan satu nama asisten pribadinya. “Asisten pribadi saya sejak 2013 (Billy David), anak Papua, anak penginjil di Papua. Dan itu tidak pernah menjadi sesuatu yang perlu saya ceritakan. Tapi saya ceritakan di sini karena dipertanyakan untuk Bapak dan Ibu menggambarkan.” Menurut Anies, ketika bicara rekrutmen maka kita menetapkan prinsip meritokrasi. Nah, ini adalah prinsip yang akan kita pegang terus ke depan. Dan ini bukan sesuatu yang harus diumbar sebagai cerita. Ini adalah sesuatu yang sudah meritokras tidak perlu diceritakan itu sudah dikerjakan. “Jadi kami memandang, adil itu harus mulai dalam pikiran, dalam keseharian kita, dan itu bukan hal yang baru Bapak Ibu sekalian bagi kami,” terangnya. Ketika menjawab dua pertanyaan di atas, sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu, ia memiliki mekanisme alarm untuk mendeteksi hal yang sensitif bila ada potensi masalah terkait interaksi antar umat beragama.  Dalam kesempatan itu, Anies  mengajak para tokoh Tionghoa untuk melihat rekam jejaknya selama lima tahun terakhir. Dia menanyakan apakah ada ketegangan terkait rumah ibadah di Jakarta. Bukan tidak ada potensinya. Ada, tambah Anies, tapi setiap kali muncul sudah diantisipasi dengan cara berdiskusi dari hati ke hati. “Di Jakarta, bahkan kami mencoba untuk menyelesaikan problem-problem Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sudah menahun. Di beberapa tempat, pengurusan IMB di Jakarta sudah hampir 40 tahun, pak. Ada yang lebih 30 tahun. Dan Alhamdulillah itu semua selesai di bulan Desember 2021.” “Yang lama-lama itu terselesaikan. Kenapa? Karena  ketika dikomunikasikan dengan masyarakat, selama seluruh ketentuan itu dipenuhi, maka negara harus hadir dan menjawab penjelasan pada masyarakat,” sambung Anies. (mky,kba)