JOGJA - Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Wilayah DIJ secara umum kini juga mulai masif didatangi para pemudik dan wisatawan. Hal tersebut salah satunya tercermin dari tingkat hunian atau okupansi kamar hotel yang sudah banyak terisi. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIJ Deddy Pranowo Eryono mengatakan, secara keseluruhan di seluruh DIJ ditargetkan okupansi hotel berkisar di angka 90 persen."Target akumulatifnya 90 persen. Tapi untuk Jogja dan Sleman ini sudah terpenuhi, terhitung sejak 7 April sampai 14 April," katanya pada Radar Jogja, kemarin (6/4). Sementara, untuk Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo rata-rata hunian sudah 60 persen, baik untuk kategori hotel maupun penginapan. Menyiasati fenomena ini Deddy mengaku senang dengan trafik okupansi tersebut. Baca Juga: Berikut Daftar 7 Tol Fungsional yang Akan Beroperasi Selama Arus Mudik Lebaran 2024 Di sisi lain, dia juga mengimbau kepada para masyarakat dan wisatawan untuk bisa melakukan reservasi hotel secara online.Sebab, diakuinya masih banyak yang menggunakan pola lama. Yakni tidak reservasi online tapi langsung datang ke hotel. “Itu justru menyusahkan wisatawan karena mereka harus mutar-mutar dulu," sebutnya. Belum lagi ada potensi ditolak. Karena ketersediaan kamar sudah banyak yang penuh. Terutama di wilayah kota. Menyoal harga kamar di momen Lebaran, Deddy mengungkapkan memang sudah ada kesepakatan dengan seluruh anggota PHRI bahwa harga memang naik.Namun dalam rated yang sudah disetujui bersama. “Naiknya batas bawah 20 persen dan batas atas 60 persen dari harga publish rate normal," lontarnya. Kenaikan tersebut salah satunya ditengarai biaya operasional yang juga dominan naik, meliputi alat dan hospitality untuk membersihkan kamar, hingga bahan baku makanan. PHRI menyesuaikan itu. PHRI juga sepakat tidak ada yang menerapkan aji mumpung. “Karena kami ingin pariwisata bisa memberi kesan yang baik dan ngangeni," terangnya. Namun, salah satu hal yang dikhawatirkan Deddy dan anggota PHRI lainnya adalah adanya praktik pengusaha kost-kostan menyewakan secara harian. PHRI merasa dirugikan dengan adanya praktik tersebut. Karena para pengusaha kost tersebut tidak membayar pajak selayaknya hotel, dan hospitality yang disediakan juga tidak sama dengan hotel.