Jika iuran pariwisata yang dilakukan pemerintah pusat disinkronisasikan dengan pungutan wisatawan asing di Bali, pembagiannya diharapkan proporsional. MANGUPURA, NusaBaliPemerintah Pusat mewacanakan akan mengenakan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan. Meski masih dalam tahap kajian awal dan diskusi, namun penyisipan iuran pariwisata dalam tiket penerbangan ini dinilai dobel jika diberlakukan di Bali. Sebab, pemerintah Provinsi Bali telah menerapkan Pungutan Wisatawan Asing (PWA) sebesar Rp 150 ribu per orang sejak 14 Februari 2024.Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Badung I Gusti Agung Rai Suryawijaya, mengatakan wacana ini harus didengarkan pembahasannya terlebih dahulu terkait tujuan dan bagaimana konsep pelaksanaannya nanti. “Kalau tidak salah besok (hari ini) ada pembahasannya. Kita dengarkan saja dahulu dan bagaimana nanti hasil pembahasannya,” ujarnya, Selasa (23/4).Walau demikian, Rai Suryawijaya melanjutkan untuk di Bali saat ini sudah diberlakukan PWA Rp 150 per orang. Pungutan tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk tiga tujuan, yakni perlindungan adat, tradisi, seni budaya serta kearifan lokal masyarakat Bali, pemuliaan dan pemeliharaan kebudayaan dan lingkungan alam yang menjadi daya tarik wisata di Bali, serta peningkatan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan kepariwisataan Bali. Sejauh ini, pemberlakuan pemungutan tersebut masih tetap berjalan di Bali.“Kita di Bali telah memberlakukan pungutan Rp 150 per orang untuk wisatawan asing. Sekarang pemerintah pusat ada wacana menerapkan iuran kepariwisataan untuk wisatawan melalui tiket penerbangan. Kalau diterapkan di Bali, terkesan dobel wisatawannya kena pungutan,” katanya.Menurut Rai Suryawijaya, jika pun iuran kepariwisataan yang dilakukan pemerintah pusat disinkronisasikan dengan pungutan wisatawan asing di Bali, tentu pembagiannya juga mesti proporsional. Misalnya, pungutan di Bali diubah dijadikan satu dengan pemerintah pusat. Kemudian pembagiannya sesuai dengan jumlah angka wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tentu ini akan terbantu, terlebih lagi menagih pungutan melalui tiket pesawat dinilai sangat akurat dan tidak ada potensi bocor.“Kalau pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah wisatawan yang berkunjung, itu bagus. Hanya saja jangan sampai nanti pembagiannya dipukulratakan dengan yang lainnya, itu kan tidak proporsional, karena orang banyak ke Bali. Kita ingin pembagian proporsional dan berdasarkan keadilan,” harapnya.Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Badung Nyoman Rudiarta secara terpisah mengatakan, pada prinsipnya Bali dan terlebih bagi Kabupaten Badung tentu mendukung kebijakan Pemerintah Pusat dalam mewujudkan pariwisata berkualitas, berkelanjutan dan regeneratif yang diinisiasi oleh Kemenparekraf RI. Namun, terkait wacana itu menurut Rudiarta ada baiknya menyerap masukan dari berbagai stakeholder kepariwisataan di Indonesia sebelum direalisasikan menjadi sebuah kebijakan.“Kiranya sebelum kebijakan ini diterapkan, sebaiknya segenap stakeholder kepariwisataan Indonesia termasuk yang ada di Bali juga didengarkan masukannya. Kebijakan publik seperti ini dipandang masih membutuhkan kajian lebih mendalam, sehingga benar-benar menjadi solusi atas kebijakan menjaga dan mengawal kebijakan pembangunan kepariwisataan berkelanjutan dan regeneratif di Indonesia,” ucapnya.Di sisi lain, kata Rudiarta, pariwisata berkualitas dan berkelanjutan juga membutuhkan dukungan perbaikan kualitas layanan di berbagai lini, sehingga terwujud ekosistem pariwisata yang memenuhi standar dan kualitas yang memadai. Mulai dari peningkatan kualitas layanan pada berbagai mode transportasi, termasuk kemudahan layanan serta harga yang bersaing pada layanan maskapai penerbangan.Di samping itu, lanjut mantan Camat Kuta ini, dengan adanya rencana kebijakan pungutan iuran pariwisata yang dimasukkan ke dalam tiket pesawat ini dikhawatirkan akan berdampak pada peningkatan harga tiket pesawat. Dikhawatirkan pula akan mempengaruhi keputusan wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia, termasuk Bali yang menjadi destinasi wisata dunia. 7 ind