TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Tempat wisata di Karo belakangan menjadi perbincangan publik, dimana beberapa tempat yang dulunya populer mulai sepi pengunjung. Bahkan lokasi tersebut mendapat beragam keluhan dari masyarakat yang berkunjung. Salah satunya seperti objek wisata Siosar yang sudah sepi tak seramai masa kejayaannya dulu. Masyarakat menilai, saat ini aktivitas wisata di Kabupaten Karo sudah kurang diminati karena oknum-oknum yang merugikan wisatawan. Baik itu pungli yang semakin marak, penerapan bayar berlapis, harga makanan dan minuman dipatok terlalu tinggi menjadi penyebabnya. Menanggapi hal itu, Solahuddin Nasution Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumut menyampaikan, bahwa daya tarik wisata berbanding lurus dengan harga. "Kalau daya tarik wisata bagus, harga tidak mahal pasti akan tetapi ramai pengunjung. Maka ketika daya tariknya bagus tapi harganya terlalu mahal pasti akan ditinggalkan masyarakat," ujarnya kepada Tribun Medan, Selasa (7/5/2024). Solahuddin mengatakan, ia juga sering mendengar beberapa keluhan dari orang-orang sekitar, bahwa kutipan atau biaya masuk berlipat cukup meresahkan. Ia menilai, melihat hal itu sudah jelas lama kelamaan lokasi wisata tersebut akan ditinggalkan pengunjung. "Karena daya tariknya belum tinggi misalnya. Padahal pada masa covid Siosar ini paling diburu, karena masyarakat banyak mencari lokasi outdoor dengan udara dan pemandangan yang bagus," ungkapnya. Perihal pencegahan pungli dan harga di suatu objek wisata, ia mengatakan harusnya sejak awal kebijakan demikian termonitor oleh pemerintah daerahnya, sehingga hal seperti ini tetap terdeteksi. "Mengontrol harga dan kualitas, karena peran pemerintah itu tidak boleh lepas," katanya. Untuk konteks daya tarik lokasi wisata di Tanah Karo ini dikatakannya masih memiliki daya tarik yang tinggi. Karena menawarkan pemandangan alam yang baik, udara segar dan jauh dari hiruk pikuk kendaraan umum.