KLIKNUSAE.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, ada beberapa komoditas yang konsumsinya masih rendah di Indonesia. Komoditas tersebut, dantaranya keramik yang konsumsi per kapita di Indonesia sebesar 2,2 meter persegi/kapita. Masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 2,5 m2/kapita. Kemudian mobil dengan tingkat kepemilikan 99 mobil/1000 orang, dibandingkan dengan Thailand dengan 240 mobil/1000 orang. Dan Malaysia dengan 450 mobil/1000 orang), maupun produk kosmetik seperti hair product yang konsumsi per kapitanya hanya setengah dari konsumsi Thailand. Ini bisa menjadi peluang bisnis bagi industri dalam negeri untuk membidik pasar domestik. BACA JUGA: Resmi, PHRI Jabar Jalin Kerjasama Dengan Perum Bulog, Support Komoditas Pangan untuk Anggota “Ada potensi kita untuk berkembang. Apalagi dengan pertimbangan penduduk kita yang jauh lebih banyak dari negara kompetitior. Jadi, pertanyaan besarnya, gap consumption per capita ini mau diisi dengan produk impor atau produk dalam negeri,” tegas Menteri Perindustrian Agus di Jakarta, Kamis 30 Mei 2024. Menperin menambahkan, pihaknya tidak anti-impor. Asal bukan impor bahan baku atau produknya yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Bahan Baku Dalam Negeri Kementerian Perindustrian mempunyai data bahan baku dan produk industri yang sudah diproduksi di dalam negeri. “Kami ingin industri memakai bahan baku dari yang sudah di dalam negeri,” ujarnya. BACA JUGA: Kemenparekraf Undang Industri Kesehatan dari Tiongkok, Perkuat Medical Tourism Menperin menyampaikan, dalam kurun hampir lima tahun belakangan ini kinerja industri manufaktur nasional terbilang gemilang. Performa yang baik ini perlu dilanjutkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi nasional, dengan berbagai program dan kebijakan strategis. “Saat ini saya sebagai Menteri Perindustrian masih mempunyai tanggung jawab dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Termasuk juga menyiapkan keberlanjutan, atau tongkat estafet kepada pemerintahan yang baru nanti. Khususnya terkait kebijakan-kebijakan di sektor industri manufaktur,” papar Menperin. Menurutnya, beberapa tahun terakhir, semua sektor termasuk industri mengalami berbagai tantangan yang cukup berat seperti menghadapi masa pendemi Covid-19. BACA JUGA: Sekda Pemprov Jabar Sebut SE Study Tour Tak Bermaksud Mereduksi Industri Pariwisata Konflik Rusia dengan Ukraina “Saat masa pandemi, saya mendapat arahan dari Bapak Presiden, agar sektor industri tetap berjalan, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan,” ujarnya. Itu pula yang mendasari pihaknya membuat sejumlah terobosan seperti Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI), yang ternyata memberikan kontribusi terhadap perekonomian. Melalui kebijakan tersebut, industri nasional mampu kembali bangkit sehingga Indonesia tergolong salah satu negara yang perekonomiannya pulih secara cepat. “Selain pandemi, tantangan lain yang dihadapi adalah konflik antara Rusia dengan Ukraina, yang juga cukup banyak memengaruhi kinerja manufaktur,” katanya. BACA JUGA: Pelaku Industri Pariwisata Sambut Baik Reaktivasi Kereta Pangandaran, Asal Bukan Retorika “Namun Alhamdulillah, berkat kerja sama dengan seluruh stakeholder, industri kita memiliki tingkat resiliensi yang tinggi,”sambung Agus. Bahkan, kepercayaan diri para pelaku industri di Indonesia tercermin dari capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia. Yakni, capaiannya berada di fase ekspansi selama 32 bulan berturut-turut. Di dunia, hanya ada dua negara yang berhasil pada posisi tersebut, yakni Indonesia dan India. Level positif ini juga terlihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang sejak diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian pada November 2022. Dimana, sampai saat ini masih berada dalam zona ekspansi. “Industri kita saat ini masih dalam kondisi sehat dan solid. Pada April kemarin, PMI kita ekspansi. Padahal saat itu, hanya Indonesia yang memiliki libur nasional selama 10 hari, yang tidak dialami oleh negara-negara lain. Tetapi Alhamdulillah, kita masih tetap ekspansi,” terangnya. ***