I Gusti Agung Rai Suryawijaya. (BP/dok)MANGUPURA, BALIPOST.com – Pelaku usaha yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung dan Bali Villa Rental and Management Association (BVRMA) menyatakan keprihatinannya terkait maraknya vila berkedok rumah mewah di Kabupaten Badung. Mereka meminta agar dilakukan pendataan dan peninjauan mengenai pembayaran pajak dari properti-properti tersebut.Ketua PHRI Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan bahwa vila yang berkedok rumah mewah dinilai bersaing tidak sehat dengan menghindari pajak dan hanya melakukan promosi secara online. Berbeda dengan hotel dan restoran yang sudah terdaftar di organisasi PHRI serta instansi terkait di pemerintahan.“Vila berkedok rumah mewah tidak termasuk dalam anggota PHRI. Karena itu, pentingnya pendataan untuk menghindari kebocoran pendapatan. Sebab, sudah jelas bersaing tidak sehat, karena kita harus sama-sama membayar pajak,” ujar Suryawijaya, Selasa (2/7).Suryawijaya percaya bahwa pendataan yang dilakukan dapat mengurangi persaingan tidak sehat. Dengan adanya pendataan dan pengenaan pajak, Pemerintah Kabupaten Badung akan mendapatkan pendapatan yang sah. “Pendataan yang dilakukan, saya sangat setuju sekali. Sehingga ke depan kita punya database, apalagi di online kan banyak dipromosikan,” katanya.Suryawijaya juga menyatakan bahwa di Badung banyak terdapat vila berkedok rumah mewah yang dikelola oleh warga negara asing. Pihaknya pun mendukung penuh jika Pemkab Badung melakukan pendataan secara menyeluruh. “Coba turun, apakah mereka punya izin atau tidak, karena bangunan sudah jadi sehingga disewakan. Jika sudah disewakan dan ada pendapatan, maka pendapatan itu kan harus kena pajak,” tegasnya.Suryawijaya meminta Pemkab Badung bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi dan aparat desa untuk melakukan pendataan. Hal ini bertujuan agar ada kontribusi nyata terhadap pemerintah daerah dengan pesatnya pembangunan akomodasi pariwisata di Badung.Hal senada diungkapkan pendiri Bali Villa Rental and Management Association, Kadek Adnyana. Menurutnya, keberadaan vila ilegal masih marak. Jika dibiarkan, keberadaan vila legal akan semakin terancam dan menyebabkan persaingan pasar yang tidak sehat. “Persaingan bisnis ini menjadi tidak sehat. Masih ada WNA yang ikut menjadi pelaku secara ilegal. Ini tentu tidak elok dan membuat pengusaha lokal tersisih,” ujarnya.Data pasti jumlah vila di Bali belum diketahui. Hanya vila yang sudah berizin dan masuk asosiasi yang terdata, sementara yang ilegal diperkirakan cukup banyak. Seiring perkembangan pariwisata, pendataan vila menjadi penting untuk mencegah oversupply. Selain itu, klasifikasi standar vila juga diperlukan. Dengan demikian, dinamika pariwisata Bali dapat dipetakan untuk menjaga keberlanjutan pariwisata.Kadek Adnyana mengaku mendukung rencana Pemkab Badung mengklasifikasi vila dengan rumah mewah. Standarisasi dan kategorisasi vila diperlukan agar jelas klasifikasinya. “Standar vila dan jumlah vila harus jelas. Ini perlu standarisasi dan kategorinya, sehingga jelas klasifikasinya. Kami siap berkolaborasi dengan pemerintah,” terangnya. (Parwata/balipost)