Meski Ponorogo sudah menobatkan diri menjadi Kota event namun tidak serta-merta bisa berdampak besar pada usaha hotel maupun penginapan. Hal tersebut disampaikan Ariza, ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dimana tingkat okupansi hotel meningkat bukan karena banyaknya kegiatan yang diselenggarakan Pemkab. Selama ini orang menginap di hotel karena ada acara keluarga seperti hajatan atau karena kepentingan bisnis. “Walau ada peningkatan hingga 70% saat acara besar seperti Grebeg Syuro, rata-rata okupansi hotel hanya sekitar 30-40% per bulan dalam setahun,” jelas Ariza. Ini menunjukkan bahwa wisatawan yang menginap di Ponorogo biasanya bukan untuk tujuan berwisata jangka panjang. Ariza juga membandingkan kondisi ini dengan Kabupaten tetangga seperti Pacitan, di mana hotel-hotel selalu penuh dengan wisatawan yang datang menikmati keindahan alamnya. “Pacitan memiliki banyak destinasi wisata yang menarik dan perencanaan wisata yang baik, berbeda dengan Ponorogo,” tambahnya. Menurut Ariza, Pemerintah Kabupaten Ponorogo perlu mengevaluasi potensi wisata yang ada dengan konsep dan perencanaan yang lebih matang. Saat ini, tempat wisata di Ponorogo masih didominasi oleh pengunjung lokal. Dengan meningkatkan infrastruktur dan memperbaiki promosi wisata, Ponorogo diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan dari luar daerah dan mengoptimalkan potensi wisata yang dimiliki.