Ilustrasi.(Freepik) MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi keluhan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang mengaku dirugikan online travel agent (OTA) atau agen perjalanan daring asing beroperasi di Indonesia tetapi tidak mau membayar pajak. Menurut Sandi Uno, masalah ini harus segera diselesaikan. "Tidak boleh ada pihak yang dirugikan dalam kegiatan pariwisata. Itu harus semua saling menguntungkan," kata Sandiaga Uno. Menurutnya, persoalan tersebut jangan sampai menjadi preseden buruk dalam dunia pariwisata yang sedang berupaya bangkit setelah pandemi. "Jadi kalau ada yang dispute (sengketa) kita akan mediasi dan fasilitasi karena semua pelaku industri pariwisata. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoreng citra baik dari industri pariwisata," ucapnya. Baca juga : PHRI Soroti Agen Travel Asing Beroperasi tanpa Bayar Pajak Terkait OTA asing yang hanya terdaftar penyelenggara sistem elektronik (PSE) tanpa mendirikan badan usaha tetap (BUT) sehingga susah dikenakan pajak, menurut Sandi Uno, pelaku usaha OTA asing tersebut harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa pajak dari OTA asing seharusnya dapat disetorkan ke kas negara. "Pungutan pajak dari OTA asing seharusnya dapat disetorkan ke kas negara," ujar Nailul. Nailul menegaskan bahwa pemerintah harus memaksimalkan pengenaan pajak kepada OTA asing dengan memastikan mereka memiliki BUT di Indonesia. "PPN yang dipungut bisa dikreditkan untuk pengurang pajak yang disetorkan kepada kas negara," jelasnya. Baca juga : Kemenkominfo Kirim Surat Peringatan ke Agen Travel Asing Ditambahkannya, meski OTA asing telah mendaftarkan diri sebagai PSE Lingkup Privat, kenyataannya pajak tetap dibebankan kepada pihak hotel. Ini karena mereka tidak memiliki BUT. "Penyetoran pajak dengan dokumen yang tercatat harus benar-benar diawasi," tegasnya. Selain itu, OTA asing harus mendirikan kantor perwakilan di Indonesia untuk memudahkan konsumen dalam menangani masalah reservasi, termasuk memudahkan petugas pajak dalam validasi data perpajakan. Isu penertiban OTA asing sudah lama disuarakan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Selama ini, hotel terpaksa harus menanggung beban pajak tersebut. "Mereka membebankan pajak ke kita, pihak hotel. Padahal kalau OTA lokal mereka yang bayar, bukan pihak kita. Ini tentu membebani kami," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI, Maulana Yusran, Rabu (17/7/2024). (Z-2)