Kutsel, DENPOST.id Moratorium akomidasi wisata di Bali Selatan, baik hotel mau pun vila yang kembali diwacanakan pemerintah pusat dan daerah, mengundang tanggapan dari Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, IGN Rai Suryawija. Menurut tokoh pariwisata Badung ini, sebenarnya wacana moratorium ini muncul sejak era Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, sekitar 15 tahun yang lalu. Hal ini diwacanakan kembali mungkin karena melihat situasi dan kondisi saat ini yang perlu ditata. Namun menurut pendapatnya, sebelum dikakukan moratorium, sebaiknya agar dilakukan kajian khusus secara holistik dan komprehensif. Terutama terkait carrying capacity (daya dukung) Bali ini. ‘’Ini adalah dasar yang nantinya jika memang harus dilakukan morotorium," tegasnya, Rabu (11/9/2024). Dengan kajian ini, nantinya akan didapat daerah mana yang akan di moratorium, apanya saja dan berapa lama moratorium itu akan dilakukan. "Itu yang harus dilakukan. Makanya kajian ini sangat penting. Berapa idealnya Bali mempunyai kamar hotel atau vila," ucapnya. Baca Juga: Bahas Lansia, Ratusan Pakar Berkumpul di Nusa Dua Karena, kata Rai Suryawijaya, sampai saat ini data jumlah kamar hotel dan vila di Bali belum dimiliki secara valid. Hal ini harus dipastikan dulu, sehingga diketahui dengan situasi infrstruktur sekarang berapa idealnya. Di satu sisi harus ada peningkatan pembangunan infrastriktur, sehingga mengurangi kemacetan ke depannya. Disinggung, terkait Pemprov Bali sudah bersurat ke pusat, Rai Suryawijaya mengaku mengetahui hal itu dari pemberitaan di media. "Saya dengar dan baca itu di media. Katanya sampai 1 hingga 2 tahun. Kalau saya, sebaiknya pastikan dulu moratorium untuk apa. Jangan sampai justru merugikan warga lokal sendiri," tegasnya. Oleh karenanya, harus ada kajian secara menyeluruh. Juga harus ada perbandingan dengan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara dan domestik saat ini, serta target ke depan berapa. "Daerahnya yang dimoratorium di mana saja. Apakah Kuta, Bali Selatan atau termasuk Sanur atau lainnya," tanyanya. Baca Juga: DPRD Badung Gelar Rapat Bersama Tim TAPD, Ini yang Dibahas Kalau daerah Sarbagita yang disasar, menurutnya, wilayah Tabanan masih memungkinkan untuk dilakukan pembangunan. Selain itu, juga harus dilakukan revisi dari sisi tata ruangnya. "Sekarang masalahnya yang membangun masif kan pengusaha yang besar-besar. Kalau yang kecil-kecil kan tidak seberapa. Contoh kalau kita punya tanah beberapa are yang tidak produktif dan harus bayar pajak. Kalau tetap dibiarkan jadi sawah irigasinya sudah tutup. Apa pemda bisa menghapuskan pajaknya agar lahan warga ini tidak dijual, karena mereka juga butuh penghidupan. Karenanya dibangun vila kecil atau kos-kosan. Jadi banyak yang harus dipikirkan tidak gampang," sodoknya, sembari mengaku pihaknya belum pernah diundang untuk membahas rencana moratorium ini. Kalau moratorium untuk pembangunan hotel atau club yang besar-besar, kata dia, masih memungkinkan dilakukan. "Kalau yang kecil-kecil kan milik orang lokal yang punya tanah 2 sampai 5 are, kalau tidak dimanfaatkan bagaimana bisa bayar pajak. Yang banyak mencaplok lahan kan hotel besar dan club besar. Jangan sampai sebaliknya yang besar dikasi yang kecil malah dimatikan. Kita ini kan UMKM," tegasnya, sembari menambahkan, karena inisiasinya dari pemerintah pusat, pihaknya senantiasa siap jika diundang untuk berdiskusi terkait rencana moratorium ini. (*) Editor: Ketut Karya Tags Rekomendasi Terkini Rabu, 11 September 2024 | 19:43 WIB