DENPASAR, POSBALI - Kementerian Kebudayaan melaksanakan Temu Budaya Subak di Aula Pascasarjana, Lt. 3, Gedung Pascasarjana Universitas Udayana (Unud), Kampus Jalan PB Sudirman, Denpasar, Bali, Senin (11/11). Temu Budaya Subak ini menghadirkan narasumber PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Bali Gede Sedana, Moe Chiba dari UNESCO, Ketua Lab. Subak dan Agrowisata, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana I Made Sarjana, dan Petani Muda Keren AA Gede Agung Wedhatama. Baca Juga: Serah Terima Kirab Pataka I Gusti Ngurah Rai, Sekda Jembrana Ingatkan Nilai-nilai Perjuangan Puputan Margarana Pariwisata Budaya Dalam Temu Budaya Subak itu, Cok Ace menyampaikan, pengelolaan pariwisata berbasis budaya harus sejalan dengan pelestarian budaya Bali, dan tidak merusak budaya lokal. “Jelas sekali kalau bicara pariwisata yang jadi momok para petani sebenarnya tidak, dan saya tidak setuju apabila Bali berubah, mari berpegang terhadap ada yang diwariskan,” katanya. Lanjutnya, subak bagian dari kebudayaan Bali sudah sangat kuat dengan adanya UU Provinsi Bali. Baca Juga: Sukseskan Pilkada Serentak 2024, Mahendra Jaya: Wujudkan Bali Tetap Ajeg dan Damai Ditemui seusai Temu Budaya Subak, Cok Ace berharap hasil dari pungutan wisatawan asing (PWA) senilai Rp150 ribu, juga untuk subak. “Subak juga bagian dari budaya,” kata Cok Ace. Luas Lahan Berkurang Sementara itu, Ketua Unit Subak, Bidang Sosial Ekonomi, Universitas Udayana Prof I Ketut Suamba mengatakan, subak basah di Bali dengan sistem irigasi mencapai 1.596 hektar. Namun menurutnya, belakangan mulai berkembang subak abian atau tegalan. Total luas lahan menjadi lebih dari 3.000 hektar untuk subak basah dan kering. Baca Juga: Minggu Kasih, Kapolres Tabanan Berbagi Sembako di Banjar Belanban