Dampaknya pasti akan sangat terasa ya. Dan di hotel itu kan mata rantainya juga cukup panjang ya. Mulai dari pertanian, peternakan, sampai UMKM itu kan terlibat semua. Kalau itu ngga ada ordernya kanAUTHOR / Heru Haetami-EDITOR / Resky NoviantoKamis 13 Februari 2025 pukul 14.54 WIBIlustrasi okupansi hotel terdampak efisiensi anggaran APBN. Foto: ANTARAKBR, Jakarta- Keputusan pemerintah memangkas anggaran kementerian/lembaga lewat program efisiensi berdampak pada industri hotel dan restoran.Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah memasukan anggaran jasa hotel dan restoran dalam e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)."LKPP itu yang di e-katalog, itu pasti sudah disesuaikan dengan pagunya pemerintah. Lebih memudahkan. Nah hal-hal itu kita mendorong ke arah sana. Karena kalau hanya memotong anggaran saja, sebetulnya nanti program pemerintahnya juga pasti terganggu," kata Hariyadi saat dihubungi KBR Media, Kamis, (13/2/2025)."Karena pelayanan publiknya kan juga kurang. Atau apa namanya, kalau kita bicara di level rapat-rapat itu kan diperlukan untuk koordinasi. Nah kalau rapatnya saja ditiadakan, itu karena alasan efisiensi kan nanti malah nggak efektif,"Hariyadi menjelaskan sejak kebijakan efisiensi berlaku, tak ada satupun kegiatan pemerintah dilakukan di jasa perhotelan.Ia memprediksi, potensi kerugian industri perhotelan akibat kebijakan tersebut mencapai Rp24 triliun. Angka tersebut setara dengan 40 persen okupansi hotel secara nasional."Hitungan kami untuk akomodasi kamar saja potensinya Rp16,5 triliun. Untuk meeting kira-kira Rp8,2 triliun. Jadi totalnya Rp24,8 triliun," katanya.Baca juga:- Pigai Soal Efisiensi Anggaran: Percaya Saja pada 'Kapten Kapalnya'Hariyadi menambahkan efek domino dari efisiensi anggaran terhadap industri hotel terjadi pada sejumlah sektor. Antara lain UMKM dan penerimaan pajak daerah dari sektor pariwisata."Dampaknya pasti akan sangat terasa ya. Dan di hotel itu kan mata rantainya juga cukup panjang ya. Mulai dari pertanian, peternakan, sampai UMKM itu kan terlibat semua. Kalau itu ngga ada ordernya kan otomatis turun semuanya," tutur Hariyadi."Pendapatan asli daerah juga pasti akan terpengaruh karena dari pajak hotel dan restoran itu kita selalu menduduki peringkat lima besar. Bahkan ada daerah yang peringkat tiga besar gitu loh. Jadi itu juga pendapatan asli daerah juga akan terkena dampaknya juga," tambahnya.Selain itu, lanjut Hariyadi, jika situasi tersebut berkepanjangan maka hotel akan mengurangi operasional yang berdampak pada pengurangan pegawai. Sehingga bukan tidak mungkin pemberhentian hubungan kerja (PHK) di industri hotel bisa terjadi."Kalau ini nanti berkelanjutan, ya otomatis hotel akan menyesuaikan dengan kapasitas yang ada. Misalnya dia 200 kamar, kan ngga mungkin dia buka semuanya 200. Dengan situasi pasarnya turun kan gitu kan. Ya pasti dia akan menyesuaikan," jelas Hariyadi."Jadi itu kalau berkelanjutan udah pasti dilakukan (PHK) karena posisinya posisi untuk bertahan ya. Untuk bertahan kelangsungan operasinya, seperti itu." pungkasnya.