SEMARANG, Lingkarajteng.id – Keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam menerapkan efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mulai berdampak pada sektor perhotelan di Jawa Tengah (Jateng).Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah menyatakan bahwa kebijakan tersebut menyebabkan penurunan okupansi hotel, terutama yang bergantung pada segmen meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE).Penasehat PHRI Jawa Tengah, Bambang Mintosih, mengungkapkan bahwa dari lebih dari 500 hotel yang ada di Jateng, sekitar 52 persen mengandalkan tamu dari kalangan pemerintah atau MICE untuk meningkatkan okupansi ruang meeting mereka.Dengan adanya refocusing anggaran, hotel-hotel yang biasanya memiliki pendapatan rata-rata Rp 2-3 miliar kini mengalami penurunan pendapatan hingga 30 persen.“Aturan efisiensi anggaran telah mempengaruhi okupansi ruang meeting di semua hotel bintang tiga sampai bintang lima. Jawa Tengah selama ini menjadi simpul kedatangan tamu kunjungan pemerintah untuk menggelar agenda rapat skala besar di dalam hotel,” kata Bambang di Semarang pada Jumat, 7 Maret 2025.Bambang menambahkan bahwa dampak dari kebijakan efisiensi anggaran sudah mulai terasa sejak pertengahan Februari lalu.Menurutnya, sejumlah hotel telah melakukan pemangkasan tenaga kerja, khususnya pekerja harian, dengan hanya mengandalkan sumber daya manusia yang ada.Ia menilai, jika kebijakan efisiensi terus berlanjut tanpa solusi dari pemerintah pusat, dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.“Paling parah dampaknya pasti terjadi di bulan April, Mei, Juni, dan September yang merupakan peak season. Jika tidak ada solusi dari pemerintah, pemilik hotel dan karyawan akan terkena imbasnya,” tegasnya.Sebagai langkah antisipasi, PHRI Jawa Tengah bersama para pemilik hotel bintang tiga hingga bintang lima telah mengirimkan surat kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta pemerintah daerah untuk meminta agar aturan efisiensi anggaran dikaji ulang.Mereka mengusulkan agar kebijakan tersebut diterapkan dalam jangka waktu enam bulan saja, sebagaimana pernah dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, dengan berbagai solusi untuk meringankan beban pelaku usaha.Selain itu, PHRI Jateng juga menyarankan adanya kerja sama antara pemerintah daerah dan industri perhotelan melalui penandatanganan memorandum of understanding (MoU) guna mengatur kembali agenda rapat kedinasan di hotel dengan pengurangan pagu anggaran tanpa menghilangkan kegiatan MICE sepenuhnya.“Kami yakin aturan ini bertujuan untuk mencegah mark-up anggaran, namun solusinya bisa dengan MoU bersama pemda agar tetap bisa menggelar rapat kedinasan di hotel dengan anggaran yang lebih efisien,” pungkas Bambang. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)