KILASGARUTNEWS.id|Efesiensi Anggaran Ternyata Berdampak kepada para pengusaha hotel dan restoran. Khususnya di kabupaten Garut,”ujar Ketua PHRI Kabupaten Garut, H Deden Rohim kepada awak media saat mengadakan acara silaturahmi dan buka puasa bersama di Hotel Rancabango, Tarogong Kaler, kabupaten Garut,Jumat (14/03/2025). Adanya hal itu memang pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tengah mengeluh karena mengalami kerugian besar akibat pembatalan kegiatan yang sudah agendakan jauh hari.”ujarnya Sementara itu,Wakil Bupati Garut, Putri Karlina juga mengaku, kebetulan juga memiliki usaha restoran dan menjadi anggota PHRI Garut. ” Kita tahu karena adanya Inpres nomer 1 tahun 2025 ada banyak proyek proyek pemerintahan dan kementerian yang bekerja sama dengan perhotelan dan restoran itu di-cancel. Kerugiannya juga luar biasa. Tadi ceritanya ada yang sampai rugi ratusan juta sampai Rp. 500 juta. Dalam hal ini Putri sebagai pemimpin daerah, mengaku tidak bisa bertindak dengan kebijakan pemerintah pusat ini. Namun demikian, ia berharap ke depan ada kebijakan yang boleh dibilang lebih ramah untuk pengusaha hotel dan restoran. ” Mungkin ada cara cara tertentu, tapi dari kami memotivasi rekan rekan untuk lebih semangat , dan kami juga mulai memetakan bagaimana supaya bisa dari lokal untuk lokal. Kalau misalnya tidak ada projek projek dari luar, bagaimana lokal punya daya beli dan lokal bisa berwisata bagitu,”ungkapnya. Khusus menghadapi libur lebaran dan libur nasional lainnya, Putri meminta kepada Ketua BPC PHRI Garut, H. Deden Rohim agar bisa membuat daftar tarif minimal dan maksimal, supaya tida ada lagi kesan mahal soal wisata di Garut ini “katanya. Lanjut dikatakan Ketua BPC PHRI Garut,H Deden Rohim mengaku tentu, dampak dari adanya Inpres nomer 1 tahun 2025 tentang efesiensi itu telah membuat perusahaannya merugi cukup besar. ” Kalau dulu kita mengalami pandemi covid 19, sekarang ini pandemi efesiensi. Makanya tadi kita bahas dampak dari efesiensi. Tapi insya Alloh kita tengah merumuskan jalan keluarnya supaya tidak berlama lama. Karena contoh usaha yang saya bangun ini sudah 3 kementerian yang membatalkan agendanya, dengan kerugian sampai Rp. 500 juta. Belum hotel yang lain yang jumlahnya hampir 80 yang berbintang dan non bintang,”katanya. Oleh karena itu,sambung Jiden (H Deden Rohim) mengestimasi kerugian akibat pembatalan agenda acara di hotel yang ada di Garut itu bisa mencapai belasan milyar rupiah. Ia juga memperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan untuk seluruh pengusaha hotel dan restoran sekitar 30 persenan Untuk mengakali bisnis di tengah efesiensi anggaran pemerintah ini,ia bersama pengurus BPC PHRI Garut berencana menggulirkan program Sport Tourism dengan menggandeng KONI sebagai leading sector olahraga. Jika program ini bergulir, dengan banyak kegiatan olahraga berskala nasional di Garut yang sifatnya kompetisi akan dapat menyebabkan tingkat hunian atau okupasi hotel lebih meningkat meningkat. Menanggapi adanya kesan mahal untuk harga hotel di Garut pada musim libur lebaran, hal itu terjadi di mana mana bukan hanya di Garut. ” Mahal itu kan relatif, saat saat bulan puasa seperti ini okupasi kan turun. Itu kan efek domino dalam bisnis, itu merata di mana mana secara nasional, bahkan bisa jadi internasional. Nah sekarang karena musim musim tertentu seperti lebaran, itu terjadi rebutan karena jumlah kamar juga terbatas dibanding pengunjung yang datang,”tambahnya. Pajak dari sektor pariwisata ini sebagai penyumbang PAD terbesar ke 3, di mana setiap tahunnya menyetor Rp. 29 milyar. Sehingga kata Jiden, sewajarnya pemerintah daerah bisa membantu dari sisi promosi agar tingkat kunjungan bisa meningkat di tengah efesiensi ini “Harusnya ada dong insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam bentuk promosi, supaya PAD nya bisa lebih meningkat lagi,”pintanya. (Agus)