Telah dibaca: 226 BISNISBALI.com – Jumlah kunjungan wisatawan ke Bali mengalami peningkatan pascapandemi Covid-19. Tahun 2024 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali mencapai 6,3 juta. Jumlah tersebut sudah lebih tinggi dibandingkan 2019 (sebelum pandemi) yang mencapai 6,275 juta. Namun peningkatan wisatawan ini tidak membuat tingkat hunian (okupansi) naik, melainkan sebaliknya. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace, Minggu (23/3) mengatakan, ada paradoks yang terjadi jika dilihat jumlah kunjungan wisatawan yang mengalami peningkatan namun dari sisi okupansi justru menurun. Penurunan okupansi secara global kata dia mencapai 10 persen. “Bahkan beberapa hotel ada jauh turunnya sampai 20 persen,” katanya. Pada wisatawan domestik (wisdom), saat ini memang terjadi sedikit penurunan kunjungan, namun wisman cukup meningkat. Demikian dampak efesiensi pun menurutnya belum terjadi mengingat kegiatan Meetings Incentives Conventions and Exhibitions (MICE) yang memang tidak ada jadwal di awal tahun ini. “Ini tyang melihat, wisatawan meningkat, tapi okupansi hotel menurun,” katanya Dari pengamatan di lapangan, kata Cok Ace, kemungkinan kebocoran ini terjadi karena banyaknya dibangun villa-villa liar yang dikelola orang asing. Pangsa pasarnya pun tidak terfokus dengan mengambil semua zegmen atau semua negara. Tidak spesifik pasar tertentu sehingga menjadi persaingan dengan akomodasi yang berizin. Pembangunan villa-villa liar ini menurutnya juga dipengaruhi kecilnya syarat investasi di Bali yaitu Rp10 miliar. “Karena melihat tentang investasi di Indonesia termasuk Bali dan besarnya jaminan second home visa terlalu murah sekali untuk ukuran Bali. Mungkin itulah pendorongnya kenapa orang asing berlomba lomba berinvestasi di Bali yg pada akhirnya menyebabkan turunnya okupansi hotel,” katanya. Fenomena ramainya wisatawan dengan okupansi menurun ini kanta Cok Ace juga dilihat dari kemacetan di beberapa titik lokasi kawasan pariwisata. Seperti Ubud dan Seminyak yang memang tren pembangunan villa liar ada di wilayah-wilayah tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Guru Besar Pariwisata, Universitas Udayana, Prof. Dr. I Putu Anom, B.Sc, M.Par. Dikatakannya villa, homestay hingga kost-kost an elit banyak bermunculan yang tidak memiliki ijin pariwisata. Pemasaran bangunan yang tidak memiliki ijin pariwisata ini bebas dari pajak hotel dan restoran (PHR) sehingga ada pendapatan daerah yang bocor. “Pemerintah harus bisa tegas dalam hal ini. Wisatawan yang datang ke Bali harus menginap di akomodasi pariwisata yang berijin. Sehingga perolehan pajaknya jelas. Demikian pemerintah diharapkan bisa menindak tegas akomodasi pariwisata yang tidak berijin,” imbuhnya. *wid