Wisatawan menikmati suasana area kolam renang Hotel Pullman Lombok di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kuta, Praya, Lombok Tengah, NTB, baru-baru ini. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) JAKARTA, investor.id – Kebijakan efisiensi yang pemerintah lakukan mulai terasa dampak terhadap sektor-sektor industri, salah satunya industri perhotelan. Pemotongan sejumlah anggaran pemerintah seperti rapat, seminar atau kegiatan di hotel membuat industri perhotelan dibayangi pemutusan hubungan (PHK). Ketua bidang Litbang dan IT BPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Christy Megawati memaparkan, sejak kebijakan penghematan anggaran pemerintah diterapkan pada November 2024, kinerja pasar industri perhotelan menurun. Survei dilakukan PHRI dengan melibatkan 726 pelaku industri perhotelan dari 30 provinsi. Dalam grafik November terlihat, market masih optimistis kinerja pasar tahun 2024 masih positif dibandingkan tahun sebelumnya. “Tapi di bulan Desember, semenjak adanya pengumuman kebijakan anggaran ini, market mulai shifting,” jelas dia dalam Konferensi Pers PHRI di Jakarta belum lama ini. Chisty melihat ada lebih dari 50% responden yang khawatir dampak negatif kebijakan pemerintah ini akan berlangsung setidaknya 6 bulan atau lebih. Tanpa penyesuaian kebijakan, sebanyak 88% responden menyatakan akan menghadapi PHK masal, serta ada gangguan rantai-rantai pasok. “Setelah ini berlangsung lebih lama bukan tidak mungkin bahwa hotel akan mengalami defisit dan harus melakukan keputusan penutupan hotel,”tegas dia. Christy melanjutkan, dari Januari, industri mulai merasakan pesimistis karena market secara kinerja pasar mengalami penurunan. “Responden melaporkan awal tahun 2025 ini memang kurang menguntungkan, terutama permintaan dari sektor pemerintah yang biasanya menyumbang 5-7% bisnis hotel serta sektor MICE yang mencapai 6-21% yang mengalami penurunan drastis,” jelas dia. Hal Ini menunjukkan bahwa pengurangan anggaran perjalanan dinas pemerintah dan melemahnya aktivitas MICE telah mengganggu dinamika pasar secara keseluruhan. “Dampak terparah itu memang dirasakan oleh hotel kelas menengah ke atas dan wilayah yang tergantung pada permintaan dari sektor pemerintahan,” papar Christy. Dia menambahkan terjadinya penurunan permintaan di bulan puasa ini. Berdasarkan hasil survei diperoleh oleh PHRI, tercatat lebih dari 30 responden melaporkan penurunan pendapatan lebih dari 40% dibandingkan tahun sebelumnya. Dia menerangkan, penurunan permintaan MICE akan menjadi tantangan utama bagi industri yang memicu penurunan tarif kamar dan persaingan harga yang ketat. Hal Ini menciptakan ketidakstabilan pasar dalam jangka panjang dan tentunya dengan strategi harga red motion berpotensi merugikan pertumbuhan destinasi. Editor: Maswin ([email protected]) Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id Follow Baca Berita Lainnya di Google News Read Now LIVE STREAMING Saksikan tayangan informasi serta analisis ekonomi, keuangan, dan pasar modal di IDTV