Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Okupansi Hotel di Jawa Barat Turun Drastis Saat Ramadan Termasuk di Tasik dan Garut, Ini Penyebabnya

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyampaikan bahwa tingkat okupansi hotel di Jawa Barat selama bulan Ramadan tahun ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai Badan Pengurus Cabang (BPC) di sejumlah daerah, seperti Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cirebon, Kuningan, Bogor, Kota Bandung, dan Bandung Raya, rata-rata okupansi hotel tercatat hanya 20,21 persen pada periode 1 hingga 27 Maret 2025.  Menurutnya, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai sekitar 52 % pada periode yang sama. Dodi menjelaskan bahwa meskipun ada beberapa daerah yang mencatatkan angka okupansi lebih baik, seperti Tasikmalaya dan Bogor, sebagian besar wilayah lainnya mengalami penurunan yang signifikan. Di beberapa daerah lain, angka okupansi hotel sangat rendah, di bawah 10 % .  Baca juga: 33 Daftar Lokasi Berburu Hilal Idul Fitri 2025 di Indonesia, Pastikan Lebaran Tanggal 30 atau 31 Menurutnya, penurunan ini masih lebih buruk dibandingkan bulan Februari, yang juga menunjukkan angka okupansi rendah. Kendati demikian, pada H-2 dan H-3 menjelang Lebaran, Dodi mengungkapkan bahwa angka reservasi sudah mencapai 43 % , namun belum dapat dipastikan apakah angka tersebut akan meningkat dengan kedatangan wisatawan secara mendadak atau "walk-in".  "Angka reservasi ini belum mencakup tamu yang datang secara spontan pada saat hari H Lebaran," ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Sabtu (29/3/2025).  Menanggapi penurunan ini, Dodi mengaitkan faktor-faktor seperti daya beli masyarakat yang terus menurun, hingga penghematan yang dilakukan oleh kalangan kelas menengah ke bawah yang lebih memilih untuk memprioritaskan kebutuhan hidup dan persiapan Lebaran dibandingkan dengan berwisata atau menginap di hotel.  "Banyak masyarakat yang sudah mulai menghabiskan tabungannya karena kondisi ekonomi yang sulit," kata Dodi. Selain itu, ia juga menyoroti kebijakan efisiensi pemerintah yang mengurangi berbagai kegiatan seperti rapat-rapat kementerian dan pemerintahan, yang turut mengurangi jumlah tamu yang datang ke hotel. "Keputusan Presiden yang membatasi anggaran kegiatan rapat juga turut berdampak pada okupansi hotel, terutama di sektor hotel-hotel kelas melati," ujarnya. Dodi juga menyinggung kebijakan yang menghambat pelaksanaan study tour oleh instansi pendidikan, yang biasanya menyumbang okupansi pada hotel-hotel berbintang rendah dan penginapan.  Meskipun efek kebijakan ini tidak terlalu signifikan, namun tetap mempengaruhi permintaan terhadap akomodasi di beberapa daerah. Dengan penurunan okupansi yang cukup tajam ini, Dodi berharap industri perhotelan bisa segera pulih, namun ia juga mengingatkan pentingnya kebijakan yang mendukung sektor pariwisata agar tidak kembali mengalami kemunduran seperti saat pandemi.  "Kami terus berupaya agar sektor perhotelan tidak kembali loyo seperti yang terjadi selama pandemi," kata Dodi. (*)