Staycation atau rekreasi menginap di lokasi yang berdekatan dengan domisili bisa menjadi salah satu alternatif mengisi libur Lebaran. Tak terkecuali bagi pemudik yang pulang kampung ke Yogyakarta, salah satu daerah tujuan wisata favorit masyarakat Indonesia.Namun, pemudik yang belum sempat melakukan reservasi hotel tak perlu khawatir. Sebab, masih ada sejumlah kamar hotel di Yogyakarta yang belum terisi.Logo Liputan Lebaran 2025Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DI Yogyakarta Deddy Pranowo Eryono awal pekan lalu mengatakan, rata-rata reservasi untuk tanggal 26-29 Maret baru mencapai 20 persen. Adapun untuk reservasi tanggal 1-6 April mencapai 40 persen. Ini artinya, masih banyak kamar hotel yang dapat dipesan oleh pemudik.Jika dibandingkan dengan periode libur Lebaran tahun lalu, Deddy menyebut, reservasi tahun ini jauh lebih rendah. ”Tahun lalu, delapan hari sebelum Lebaran reservasi mencapai 40 persen dan terus meningkat menjadi 70 persen pada dua hari sebelum Lebaran hingga lima hari setelah Lebaran,” katanya. Dia menduga kondisi ini terjadi karena lesunya daya beli masyarakat. Hal ini ditambah lagi dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan larangan kegiatan study tour dari sejumlah pemerintah daerah. Apalagi, kemungkinan liburan model staycation yang marak saat pandemi dan setelahnya pun kini sudah tak dilirik warga di Yogyakarta. ”Kalaupun ada, sudah sangat jarang sekali,” ucap Deddy.KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKOSejumlah wisatawan melintas di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Kamis (20/2/2025). Meski begitu, dia masih optimistis keterisian hotel akan berangsur meningkat seiring makin dekatnya perayaan Idul Fitri. ”Para pemudik juga sudah mulai bergerak ke Yogyakarta. Bisa jadi akan banyak tamu yang langsung datang tanpa reservasi,” ujarnya.Dibukanya jalur Tol Solo-Yogyakarta hingga wilayah Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY, diharapkan turut mendongkrak aliran wisatawan ke Yogyakarta saat liburan nanti. Ruas tol itu membuat perjalanan dari sejumlah kota di Pulau Jawa ke Yogyakarta kian mudah dan cepat.Selain itu, adanya diskon tiket pesawat juga akan membantu menambah minat wisatawan. ”Prediksi puncak okupansi hotel pada tanggal 2-3 April nanti. Targetnya 80-90 persen okupansi,” ucap Deddy.KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKOPeselancar berlatih saat peluncuran Gerakan Wisata Bersih di Pantai Parangtritis, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (23/1/2025). Lebih jauh, dia berharap setelah Lebaran ada perubahan kebijakan dari pemerintah terkait efisiensi anggaran. Kebijakan itu dinilainya sangat memukul industri perhotelan di Yogyakarta karena membuat kegiatan meetings, incentives, conventions, and exhibitions (MICE) sepi.Padahal, MICE menjadi salah satu sumber pemasukan utama bagi hotel. ”Kami berharap, paling tidak, kegiatan MICE pemerintahan jangan sampai nol, tapi dikurangi 50 persen saja,” katanya.Akibat kebijakan itu, Deddy mengungkapkan, sudah ada 45 hotel dan restoran anggota PHRI DIY yang memangkas jam kerja karyawan. Ini sebagai langkah mengurangi beban operasional yang tak diimbangi dengan pemasukan.KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMANPetugas kebersihan merapikan salah satu kamar di Hotel Santika Slipi, Jakarta, 27 Desember 2024. Secara terpisah, Sales and Marketing Manager Hotel Santika Premiere Yogyakarta Yusnita Siwi mengatakan, reservasi yang tinggi tercatat pada 30-31 Maret, yakni mencapai 70 persen. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya ketika reservasi sudah tinggi sejak seminggu sebelum Lebaran.Adapun untuk 1-3 April atau setelah Lebaran, reservasi telah mencapai 95 persen. Situasi ini sesuai dengan pola tahun-tahun sebelumnya.Meski begitu, Yusnita optimistis reservasi hotel akan meningkat jelang mendekati dan setelah Lebaran. Apalagi, tahun ini masa cuti bersama dan libur sekolah lumayan panjang.”Kebanyakan tamu pada masa Lebaran biasanya pemudik dari berbagai daerah di DIY dan Jawa Tengah yang ingin sekalian liburan di Yogyakarta,” ucapnya.KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKOWisatawan berkunjung saat berlangsung rangkaian upacara Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (28/3/2025). Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, tingkat hunian hotel di Yogyakarta relatif dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan kota-kota lain. Ini setidaknya berlangsung hingga Minggu (6/4/2025), khususnya hotel-hotel di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.”Karena Yogyakarta memang favorit untuk berlibur, tidak untuk Solo. Kota tersebut hari ketiga Lebaran sudah drop (okupansinya). Namun, secara keseluruhan, okupansi tetap lebih rendah walau (libur) lebih panjang,” ujar Hariyadi.Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari mengatakan, rendahnya tingkat okupansi hotel secara nasional mencerminkan juga potensi pergeseran opsi masyarakat memilih penginapannya. Alih-alih ke hotel berbintang, kini banyak pelaku perjalanan memilih vila, resor atau sanggraloka, serta homestay.”Mereka lebih banyak memanfaatkan penginapan homestay, lebih murah, bukan lagi hotel-hotel berbintang. Homestay karena lebih nikmat dan bisa lebih lama karena tunjangan hari raya mereka terbatas. Itu jadi pengeluaran besar karena biaya liburan kali ini terbatas,” tuturnya.ARSIP KOMPASSalah satu homestay di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Saat ini, pengusaha yang meraup untung justru pemilik homestay dan vila. Kedua jenis penginapan itu bersifat lebih personal dan privat, model akomodasi yang kini lebih banyak diminati masyarakat. Sifatnya lebih fleksibel ketimbang hotel. Pelanggan dapat membawa makanan, bahkan memasak di dapur yang telah disediakan.”Penginapan yang banyak laku itu memiliki kolam renang, alat masak, dan alat pemanggang (barbeque). Mereka bisa berkumpul dengan keluarga. Harga satu vila berkisar Rp 2 juta-Rp 10 juta, tetapi mereka bisa lebih bebas berkegiatan secara personal,” kata Azril.