Kitakini.news -Liburan Lebaran tahun ini tidak seperti sebelumnya. Tingkat hunian atau okupansihotel di berbagai daerah wisata sepi, menurun. Baca Juga: Gamis Lebaran Soimah dari Kain Sarung Olah Menu Sisa Lebaran, dari Rendang hingga Lontong Tradisi Lebaran di Negara Lain, Ada Festival Gula dan Makan Siwaiyaan Melansir berbagai sumber, Senin (7/4/2025), banyak hotel melaporkan penurunan signifikan dalam tingkat hunian mereka dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Selama hari Lebaran pada 1-2 April 2025, rata-rata okupansihotel di Yogyakarta hanya mencapai 60 persen," aku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Deddy Pranowo Eryono. Bahkan setelah Lebaran, angka okupansi hanya menjadi 50 persen dari tanggal 2 hingga 5 April 2025. Pun durasi menginap tamu di Yogyakarta mengalami penurunan. "Sekarang hanya bertahan empat hari," ungkapnya, padahal biasanya tamu menginap selama lima hingga enam hari saat periode libur Lebaran. Dodi Ahmad Sofiandi, ketua PHRI Jawa Barat, menjelaskan bahwa okupansihotel di daerah tersebut mengalami fluktuasi selama bulan puasa hingga Lebaran. "Sepanjang Ramadhan dari 1 Maret 2025 sampai 27 Maret 2025, okupansihotel Jawa Barat hanya mencapai 20 persen," kata Dodi. Meskipun pada periode menjelang Lebaranokupansi mulai meningkat, dia memprediksi bahwa setelah libur Lebaran, angka tersebut akan kembali turun ke angka 20-30 persen. Apa yang terjadi di Yogyakarta dan Jawa Barat juga dialami Bali. Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mengungkapkan bahwa rata-rata okupansihotel di Bali selama libur Lebaran 2025 hanya mencapai 50-55 persen. "Dari pengalaman libur Lebaran sebelumnya, target (okupansi) kami bisa mencapai 80-85 persen," ujarnya. Di beberapa destinasi populer seperti Sanur dan Ubud, tingkat okupansi lebih baik, namun masih ada banyak kamar yang tidak terisi. Beberapa faktor menyebabkan rendahnya okupansihotel selama libur Lebaran 2025. Daya beli masyarakat turun adalah salah satu kemungkinan penyebabnya. Dalam laporan CORE Indonesia yang berjudul Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025, sejumlah indikator menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat tidak menunjukkan gairah meski menjelang Lebaran 2025. Indikator tersebut yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan sebesar 0,09 persen, bulanan 0,48 persen, maupun year to date 1,24 persen. Selain itu, tanda pelemahan daya beli lainnya dapat terlihat dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang mencerminkan tingkat penjualan eceran di beberapa kota besar di Indonesia.