Sejumlah hotel di Kabupaten Bekasi mengeluhkan soal isu kebijakan larangan Study Tour yang diungkapkan Gubernur Provinsi Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi. Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bekasi, Rizki Purnomo, dirinya mengungkapkan hal ini menjadi kekhawatiran terkait kebijakan yang dinilai berdampak pada industri pariwisata dan perhotelan. Padahal, menurut PHRI Bekasi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bekasi dari sektor perhotelan serta jasa makanan dan minuman mencatat angka signifikan pada tahun 2024. Lebih lanjut, kata Rizki, bahwa berdasarkan laporan realisasi PAD hingga 30 Desember 2024, pajak dari jasa perhotelan mencapai Rp35,68 miliar dari target Rp55 miliar (64,88%). Sementara itu, pajak untuk jasa makanan dan minuman bahkan telah melampaui target, mencapai Rp232,91 miliar dari target Rp217,55 miliar (107,06%). “Kenapa study tour yang nilai revenuenya kecil? Kegiatan mice goverment tetap di jalankan, kurangin besar refound nya itu yang terpenting. Studytour satu tahun hanya satu kali saja,” kata Rizky Purnomo dalam keterangan tertulisnya kepada terkenalcoid. Tak hanya itu, Rizky juga menegaskan bahwa sektor perhotelan dan restoran selalu menjadi salah satu dari lima penyumbang PAD terbesar di setiap daerah. “Pendapatan Asli Daerah Kabupaten cukup signifikan dari sektor jasa perhotelan, makanan dan minuman,” ungkapnya. Namun, ia menyayangkan pajak yang mereka bayarkan tidak berbanding lurus dengan upaya pengembangan sektor pariwisata yang dapat meningkatkan daya tarik wisatawan. Dengan demikian, PHRI Kabupaten Bekasi kini menantikan jadwal audiensi dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bersama PHRI se-Jawa Barat. Pihaknya berharap ada solusi terbaik terkait kebijakan efisiensi anggaran agar tidak merugikan sektor perhotelan dan restoran. “Kami menunggu jadwal audiensi dengan Gubernur Kang Dedi Mulyadi dalam minggu-minggu ini. Semoga ada solusi terbaik di balik efisiensi anggaran ini, karena perhotelan dan restoran merupakan salah satu dari lima sektor penyumbang PAD terbesar di setiap daerah,” pungkas Rizky. Sebelumnya, Gubernur Dedi Mulyadi menanggapi penurunan tingkat hunian hotel yang dikaitkan dengan larangan study tour. Menurutnya, study tour yang melibatkan penginapan di hotel lebih mengarah pada pariwisata dan rekreasi ketimbang kegiatan edukasi. “Kalau study tour harus menginap di hotel, itu bukan lagi study tour, melainkan pariwisata atau piknik. Kalau piknik, berarti ada kelebihan uang. Tidak semua siswa berasal dari keluarga kaya yang mampu membayar biaya tersebut,” ujar Dedi dalam unggahan di akun Instagram @dedimulyadi71. Dedi juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa banyak orang tua siswa terpaksa meminjam uang atau menjual aset hanya untuk membiayai study tour anak-anak mereka. Menurutnya, kondisi ini dapat menimbulkan kemiskinan baru di masyarakat. Sebagai solusi, ia menegaskan bahwa siswa tetap bisa berwisata bersama keluarga jika memiliki kemampuan ekonomi yang mencukupi. “Tidak ada masalah kalau siswa tetap bisa piknik dengan keluarganya,” pungkasnya.