Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Sekitar 3000 Pegawai Hotel Di Jabar Alami Pengurangan Jam Kerja

Para pelaku usaha perhotelan melakukan kebijakan pengurangan jam kerja dengan sistem masuk tiga atau empat hari saja dalam sepekan, guna tidak terjadinya PHK.BANDUNG- Kini, ada 3000’an pekerja perhotelan di Jawa Barat yang mendapatkan pengurangan jam kerjanya. Ini disebabkan beratnya biaya operasional di tengah situasi saat ini. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat mencatat hal ini. Okupansi hotel pun memprihantikan, rata-rata hanya mencapai 35%. Ketua PHRI Jawa Barat Dodi Ahmad Sofiandi, Rabu (7/5)  mengatakan dengan situasi saat ini, di mana dengan tekanan global dan ditambah ada aturan penghematan anggaran, menyebabkan anggotanya memilih opsi untuk pengurangan jam kerja agar para pekerja tidak diberhentikan sepenuhnya. Mereka  tetap bisa mendapat upah mesti tidak seperti biasanya."Idealnya untuk beroperasi normal itu okupansi 50%. Dengan kondisi saat ini yang paling bisa dilakukan (memodifikasi) pada aspek pekerja yang proporsinya 26 persen dari biaya operasional hotel," kata Dodi di Bandung, Rabu."Untuk saat ini, pekerja harian sudah tidak diperpanjang lagi kecuali saat ramai sekali. Kemudian pekerja kontrak juga ada yang sudah habis dan tidak dipekerjakan lagi. Nah sisanya ini yang pekerja tetap, mereka sekarang bergantian harinya," imbuhnya.Dodi menjelaskan, para pelaku usaha perhotelan melakukan kebijakan pengurangan jam kerja dengan sistem masuk tiga atau empat hari saja dalam sepekan, guna tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Juga ada beberapa hotel yang terpaksa harus tutup dan memberhentikan pekerjanya seperti di Bogor."Okupansi di semua hotel 35-40%. Sekarang bahkan sudah ada hotel yang tutup seperti di Bogor ada dua, dan itu ada puluhan pekerja harus di-PHK. Dan kami cek di daerah lain belum ada lagi yang tutup, hanya pengurangan pekerja saja," ujar Dodi.Atas perkembangan situasi yang ada, Dodi mengatakan sudah dilakukan mediasi antara pihaknya dengan pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, namun belum membuahkan hasil terkait okupansi hotel. Hal seruoa disampaikan Ketua PHRI Kabupaten Cianjur Nano Indrapraja yang juga meminta agar ada relaksasi dalam segi pembayaran pajak karena pendapatan hotel masih sulit."Ini sedang tidak baik-baik saja, tapi kami bukannya menyerah, dan memang kita semua berusaha di tengah perekonomian yang turun ini," kata Nano dikutip dari Antara.Sebelumnya, Pemprov Jabar menyatakan telah melakukan efisiensi anggaran sekitar Rp5,1 triliun. Dana tersebut kemudian direalokasikan ke pembangunan Infrastruktur Rp3,6 triliun (jalan, jembatan, irigasi, elektrifikasi, perhubungan dan sanitasi), pendidikan Rp1,3 triliun, kesehatan sebesar Rp122,9 miliar, penyediaan cadangan pangan sebesar Rp46,1 miliar, serta prioritas lainnya yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp35,5 miliar.Dirumahkan Tanpa GajiKondisi serupa dikeluhkan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) . Ketua PHRI DIY Dedi Pranowo Eryono dihubungi di Yogyakarta, Jumat, mengungkapkan hingga awal Mei 2025, sekitar 5.800-an karyawan hotel/restoran di DIY masih berstatus dirumahkan sementara tanpa digaji.Mereka berasal dari berbagai jenis hotel, mulai non-bintang hingga bintang lima, yang terpaksa melakukan efisiensi sejak awal tahun buntut minimnya kegiatan kementerian dan lembaga pemerintah.Ini disebabkan belanja negara untuk kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) di DIY nyaris berhenti total. Ia mengakui, MICE selama ini menjadi salah satu andalan hotel dan restoran di DIY, terutama di segmen bintang tiga ke atas.Dia juga menyebutkan pada Mei 2025, tingkat reservasi hotel di DIY sudah berangsur membaik mencapai 45 hingga 50%. Dengan adanya dua hingga tiga libur panjang, PHRI menargetkan okupansi terus merangkak naik.