Jakarta, Beritasatu.com - Harapan pelaku industri perhotelan untuk menikmati lonjakan okupansi selama libur panjang Hari Raya Waisak 2025 tampaknya belum terwujud. Meski sejumlah daerah mencatatkan tingkat kunjungan tinggi, secara nasional okupansi hotel masih stagnan dan di bawah ekspektasi. “Kalau kita lihat secara keseluruhan, memang tidak setinggi tahun lalu. Beberapa daerah memang penuh, tetapi secara nasional masih datar,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani dalam Investor Daily Special, Senin (12/4/2025). Bali: Tiket Penuh, Hotel Sepi Salah satu anomali mencolok terjadi di Bali. Meski tiket pesawat ke Pulau Dewata dilaporkan fully booked, tingkat hunian hotel hanya sekitar 60%. Haryadi menjelaskan, banyak wisatawan kini lebih memilih akomodasi alternatif, seperti vila atau penginapan berbasis sharing economy, bukan hotel konvensional. “Trennya sekarang beralih ke vila-vila sewa atau apartemen. Apalagi generasi muda cenderung memilih tempat yang fleksibel dan cocok untuk rombongan,” katanya terkait okupansi hotel rendah saat libur panjang Waisak. Wilayah Borobudur Moncer, tetapi Tak Wakili Nasional Wilayah, seperti Yogyakarta, Sleman, dan Magelang yang menjadi pusat perayaan Waisak memang menunjukkan okupansi tinggi, bahkan mencapai 88%. Namun, ini bersifat lokal dan tidak menggambarkan kondisi nasional. PHRI menyoroti beberapa penyebab utama lesunya okupansi hotel selama libur panjang:1. Perubahan perilaku wisatawan yang lebih memilih akomodasi nonhotel.2. Daya beli masyarakat yang melemah.3. Minimnya aktivitas korporasi dan pemerintahan.4. Tidak banyak perusahaan mendorong cuti bersama, sehingga durasi liburan terbatas. “Libur panjang belum tentu menguntungkan kalau tidak ada daya beli. Bukan soal banyaknya tanggal merah, tetapi apakah masyarakat mau dan mampu berwisata,” tambah Haryadi. PHRI Dorong Regulasi Akomodasi Alternatif dan Insentif Wisata Untuk mengatasi kondisi ini, PHRI mendorong pemerintah agar mengatur ulang regulasi sharing economy serta memberikan insentif konkret bagi pelaku usaha pariwisata. “Kita butuh promosi destinasi yang lebih masif, insentif konkret, dan pengawasan akomodasi nonhotel agar persaingan tetap sehat,” tegas Haryadi terkait okupansi hotel rendah saat libur panjang Waisak. Libur WaisakOkupansi HotelWisata BaliTren Wisata 2025PHRISharing Economy AkomodasiIndustri Hotel Indonesia