Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Okupansi Anjlok, Industri Hotel di Semarang Terancam Gulung Tikar

Kawasan Wisata Bandungan, Kabupaten Semarang lenggang dan hotel-hotel sepi tamu dengan okupansi kurang dari 20 persen sejak adanya efesiensi anggaran Semarang: Dampak efesiensi anggaran hotel di Jawa Tengah nyaris gulung tikar. Sejak empat bulan terakhir okupansi anjlok di angka 20 persen, sehingga sulit untuk membiayai operasional hotel. Hotel di kawasan wisata Bandungan, Kabupaten Semarang sepi pengunjung. Pada akhir pekan yang biasanya terisi 50-70 persen, bahkan pada libur hari raya mencapai 90 persen, namun sejak empat bulan terakhir tidak pernah dapat mencapai 30 persen. "Tidak ada tamu, bahkan liburan Waisak kemarin hanya 20 persen terisi," ujar Bambang, 50, pemilik hotel di Bandungan Semarang. Hal serupa juga diungkapkan Wahyudin,45, pengelola hotel bintang 3 di Bandungan, Kabupaten Semarang. Sejak adanya efesiensi anggaran pendapatan merosot karena sepinya tamu. Pada Hari Raya Idulfitri  yang biasanya mencapai 70-90 persen hanya terisi 40-50 persen, bahkan terus menurun hingga sekarang termasuk kegiatan wisata. "Sudah tidak ada lagi Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) lagi yang berasal dari belanja pemerintah sejak adanya efesiensi, padahal tahun-tahun sebelumnya pada bulan Maret-April juga ramai," kata Anjas, pengelola hotel di Kota Semarang. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah Heru Isnawan membenarkan kondisi ini. Okupansi hotel yang merosot menjadi 20 persen pukulan berat bagi pengusaha bidang perhotelan ini. Sehingga banyak pengusaha hotel yang menghentikan operasional atau melakukan penataan ulang. Okupansi hanya tersisa 20 persen, membuat hotel tidak dapat beroperasi. Idealnya hotel dapat berjalan dengan okupansi minimal 50 persen. Banyak hotel di Jawa Tengah terancam gulung tikar karena kondisi ini, bahkan sepanjang tahun ini nyaris tidak ada kegiatan menggunakan sarana hotel. "Upaya dapat dilakukan sejumlah hotel adalah mengurangi karyawan dan tidak dapat menghindari PHK, meskipun sejumlah manajemen hotel berupaya untuk bertahan dengan hanya memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan," kata Heru Isnawan. Meskipun belum terlihat PHK secara masif, menurut Heru Isnawan, langkah diambil adalah dengan menggunakan tenaga harian lepas. Saat ada tamu atau kegiatan mengundang tenaga kerja, namun saat kondisi hotel sepi maka tidak ada maka akan mengurangi tenaga kerja harian tersebut. "Sebagian lainnya memutuskan tidak memperpanjang tenaga kerja kontrak," imbuhnya. Mengenai tamu hotel swasta, tidak terlalu signifikan meskipun masih tetap berjalan. Namun kondisinya cukup berat jika tidak ada event-event tertentu yang dapat menarik pengunjung.