BETANEWS.ID, KUDUS – Kebijakan efisiensi anggaran dan larangan instansi pemerintah untuk menggelar kegiatan di hotel, sejauh ini tak berdampak cukup signifikan bagi dunia perhotelan di Kudus. Tingkat okupansi hotel di Kota Kretek relatif stabil, dan justru mampu menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kudus, Muhammad Kirom mengatakan, meskipun terdapat pengaruh dari kebijakan tersebut, dampaknya tidak sedalam yang dirasakan kota-kota besar yang sangat bergantung pada kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). “Yang terdampak signifikan itu kota besar yang menggantungkan pemasukan pada MICE. Kalau Kudus, Alhamdulillah, pendapatan hotel masih ditopang dari wisatawan yang bermalam,” ujar Kirom saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini. Baca juga: Selama 2025, Puluhan Karyawan di Kudus Kena PHK, Faktor Terbanyak Karena Efisiensi Ia mengakui, beberapa hotel yang memiliki fasilitas ruang pertemuan memang mengalami penurunan dalam jumlah penyewaan ruangan. Karena instansi pemerintah kini lebih memilih mengadakan kegiatan di internal kantor. “Meski begitu, hotel-hotel di Kudus tetap mampu bertahan karena memiliki sumber pendapatan lain,” bebernya. Menurutnya, penyumbang utama pendapatan hotel di Kudus saat ini berasal dari tamu individu, wisatawan, serta acara-acara pernikahan dan kegiatan lokal lain yang tidak bergantung pada anggaran pemerintah. “Selain itu adanya event olahraga kejuaran tingkat provinsi atau nasional cukup menambah keterisian okupansi hotel di Kudus. Bahkan, tak jarang kapasitas hotel sempat kewalahan untuk menampung tamu ketika ada event tersebut,” ungkapnya. Meski begitu, kata Kirom, pengelola hotel di Kudus mulai kreatif untuk menjaga kinerja bisnisnya. Strategi baru pun diterapkan, seperti membuka layanan restoran untuk umum, hingga menyediakan jasa katering sebagai bentuk diversifikasi usaha. “Sekarang hotel di Kudus juga membuka restoran bagi masyarakat umum, tidak hanya untuk tamu hotel. Ini cukup membantu menjaga aliran pendapatan,” terang Kirom. Baca juga: Dampak Efisiensi, Belanja Perjalanan Dinas Pemkab Kudus Dipangkas Rp29,4 M PHRI Kudus juga aktif menyuarakan aspirasi ke pusat melalui forum Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPRD) agar kebijakan efisiensi bisa lebih adaptif terhadap kondisi daerah.“Kami terus mendorong adanya sinergi antara pemerintah dan pelaku wisata agar wisatawan bisa lebih lama tinggal di Kudus,” kata Kirom.Secara keseluruhan, kata dia, meskipun dampak kebijakan efisiensi dirasakan, Kudus mampu bertahan berkat karakteristik pasar lokal yang tidak sepenuhnya bergantung pada sektor MICE.”Kini, yang dibutuhkan adalah penguatan branding dan inovasi agar sektor pariwisata dan perhotelan Kudus terus tumbuh,” imbuhnya. Editor: Suwoko