Jakarta, IDN Times - Industri perhotelan tengah merana. Minimnya tingkat okupansi atau hunian, tingginya biaya operasional, dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal membuat banyak hotel, terutama di Jakarta berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.Berdasarkan hasil survei terbaru Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) pada April 2025 terhadap anggotanya, ditemukan 96,7 persen hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian.Seiring dengan itu, banyak pelaku usaha terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja serta menerapkan berbagai strategi efisiensi operasional."Industri ini tengah menghadapi tekanan berat dari berbagai sisi. Tingkat hunian hotel mengalami penurunan, sedangkan biaya operasional meningkat tajam dan membebani kelangsungan usaha," ujar Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (29/5/2025). Baca Juga: 3 Faktor Ini Bikin Industri Hotel Merana 1. Kenaikan biaya operasional jadi momokPotret karyawan hotel (pexels.com/Andrea Piacquadio)Tidak hanya dihadapkan pada berkurangnya pasar, pelaku usaha hotel juga harus menanggung peningkatan biaya operasional yang signifikan.Tarif air dari PDAM mengalami kenaikan hingga 71 persen dan harga gas melonjak 20 persen. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga sembilan persen tahun ini."Dengan tekanan dari sisi pendapatan dan biaya yang tidak seimbang, banyak pelaku usaha mulai mengambil langkah-langkah antisipatif," kata Sutrisno.Sebanyak 70 persen responden dalam survei BPD PHRI DK Jakarta menyatakan, jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan.Responden memprediksi akan melakukan pengurangan karyawan sebanyak 10-30 persen. Selain itu, 90 persen responden melakukan pengurangan pekerja harian dan 36,7 persen berpotensi mengurangi staf. Baca Juga: Industri Berdarah-darah, Banyak Hotel di Jakarta Dijual Murah 2. Dampak industri hotel yang karut-marutilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)Sutrisno mengatakan, dampak dari kondisi tersebut tidak terbatas pada sektor hotel dan restoran semata. Industri hotel dan restoran selama ini berkontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah DK Jakarta dengan rata-rata sumbangan sekitar 13 persen.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 terdapat lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung pada sektor akomodasi dan makanan-minuman di Jakarta."Penurunan kinerja sektor ini juga membawa efek domino terhadap sektor lain seperti UMKM, petani, pemasok logistik, dan pelaku seni-budaya, mengingat eratnya keterkaitan rantai pasok dan ekosistem industri pariwisata," kata Sutrisno.3. Usulan PHRI kepada pemerintah untuk memperbaiki kondisiIlustrasi kamar hotel. (Dok. Istimewa)Menanggapi situasi ini, BPD PHRI DK Jakarta mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis. Beberapa usulan yang disarankan meliputi: Pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat Peningkatan promosi pariwisata yang lebih terarah dan berkesinambungan. Penertiban akomodasi ilegal yang merusak pasar dan tidak memiliki izin resmi. Peninjauan kembali terhadap kebijakan tarif air, harga gas industri, dan UMP sektoral. Penyederhanaan proses perizinan dan sertifikasi, termasuk mengintegrasikan sistem antar-instansi agar lebih efisien dan transparan. Sutrisno pun berharap pemerintah dapat merespons secara cepat dan tepat terhadap berbagai permasalahan yang terjadi."Industri hotel dan restoran tidak hanya berperan penting dalam perekonomian, tetapi juga menjadi wajah pariwisata Jakarta di mata nasional maupun internasional. Dukungan nyata dari pemerintah akan menjadi kunci bagi kebangkitan sektor ini sebagai penggerak utama ekonomi Jakarta," tutur Sutrisno. Baca Juga: Efisiensi Anggaran Pemerintah Bikin Tiga Hotel di Jabar Gulung Tikar