KabarBaik.co – Ketua BPC PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kota Batu, Sujud Hariadi, menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah terhadap sektor perhotelan. Menurutnya, meski pemerintah pusat mulai memberi kelonggaran, kondisi industri perhotelan masih jauh dari pulih sepenuhnya. “Sekarang ini lebih rumit karena adanya efisiensi. Operasi hotel jadi serba hati-hati, harus aman dan selaras dengan kebijakan pemerintah,” ujar Sujud usai dilantik sebagai ketua BPC PHRI Kota Batu periode 2025-2030 di sebuah hotel, Kamis (12/6). Sujud menjelaskan, efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah membuat daya beli masyarakat menurun drastis. Hal ini secara langsung mempengaruhi okupansi hotel dan jumlah kegiatan yang digelar di sektor akomodasi. “Ketika pemerintah menahan belanjanya, otomatis daya beli masyarakat ikut melemah. Ini berdampak luas, bukan hanya di perhotelan,” jelasnya. Meski demikian, Sujud menyambut baik sinyal positif dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memberikan izin kegiatan rapat di hotel, selama tidak dilakukan secara berlebihan. Namun, kebijakan ini dinilai kurang efektif akibat pernyataan dari Kementerian Keuangan yang melarang pemberian uang saku untuk kegiatan rapat. “Ada yang lucu juga, dari Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada uang saku rapat. Ini menjadi problem tersendiri bagi ASN,” ungkapnya. Sujud memprediksi kebijakan tersebut tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan okupansi hotel. Ia menekankan pentingnya pelepasan anggaran pemerintah, baik APBN maupun APBD, untuk menggerakkan sektor ekonomi lainnya. “Saya yakin, asal pemerintah benar-benar melepaskan belanjanya secara merata ke berbagai sektor, maka daya beli masyarakat akan terangkat. Kalau itu terjadi, perhotelan juga ikut terdongkrak,” tambahnya. Sujud mengungkapkan, saat ini sekitar 30 persen pendapatan sektor perhotelan di Kota Batu berasal dari kegiatan instansi pemerintah. Namun, angkanya masih dalam tahap estimasi. Sementara itu, dari sektor wisatawan, penurunan terjadi hingga lebih dari 50 persen, termasuk dari kalangan korporasi. “Kita kehilangan sekitar 30 persen dari sektor pemerintahan, ditambah dari wisatawan dan korporat juga turun. Bahkan, daya beli wisatawan sendiri juga ikut melemah,” paparnya. Sujud juga menyoroti kebijakan larangan bepergian keluar provinsi bagi instansi pemerintah, seperti yang sempat disampaikan oleh Wakil Gubernur Jawa Timur. Ia menilai pernyataan tersebut kurang bijak dan perlu disampaikan dengan bahasa yang lebih halus. “Saya pikir sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih persuasif. Jangan langsung melarang begitu saja. Apalagi banyak anak sekolah yang sudah menabung untuk bisa berwisata,” jelasnya. Sujud berharap pemerintah tetap membuka sektor pariwisata dan terus mendukung promosi wisata, meskipun dengan efisiensi anggaran. “Promosi tetap jalan, tapi kita efisiensikan. Namun kalau daya beli lemah, hasilnya ya tetap segitu-segitu saja,” tegas Sujud. (*) Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google NewsPenulis: P. PriyonoEditor: Hairul Faisal