Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

PHRI Jabar Hanya Bisa Pasrah, Gubernur Dedi Mulyadi Tetap Larang ASN Rapat di Hotel

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Nazmi Abdurahman TRIBUNPRIANGAN.COM, BANDUNG - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, hanya bisa pasrah saat tahu Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi tetap melarang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menggelar kegiatan di hotel dan restoran. Ketua PHRI Jabar, Dodi Ahmad mengatakan, PHRI sangat berharap agar Dedi Mulyadi dan kepala daerah di Kabupaten/Kota mengikuti arahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membolehkan pemerintah daerah kembali menggelar kegiatan di hotel dan restoran. "Intinya kami mengucapkan syukur itu dibolehkan Mendagri rapat di hotel-hotel dan itu perintah dari Mendagri, mudah-mudahan Gubernur, Bupati, Wali Kota mengikuti saran apa yang disampaikan oleh Mendagri," ujar Dodi, Kamis (12/6/2025). Namun, jika Dedi Mulyadi sudah memutuskan tetap tidak memperbolehkan OPD berkegiatan di hotel dan restoran, PHRI tidak dapat berbuat apa-apa. "Tidak bisa memaksakan, berarti tidak mengikuti saran Menteri Dalam Negeri. Mendagri itu kan atasan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, mudah-mudahan mengikuti arahan tersebut ya, katanya. Baca juga: Beda dengan Mendagri, Wakil Wali Kota Tasikmalaya Ogah Gelar Rapat Pemda dan ASN di Hotel Dodi pun masih berharap, Pemerintah dapat melakukan perubahan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan 2025 agar mengalokasikan anggaran untuk MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). "Saya berharap di anggaran perubahan atau di 2026 nanti bisa dianggarkan lagi. Itu harapan kami ya, tapi terserah kepada gubernur bupati dan wali kota karena kita tidak punya kewenangan apa-apa," ucapnya. Sementara itu, okupansi hotel-hotel di Jabar mengalami penurunan drastis. Berdasarkan laporan dari 18 BPC PHRI di Jawa Barat, rata-rata okupansi hanya menyentuh angka 42 persen dari Januari hingga Mei 2025. Padahal, tahun lalu di periode yang sama, tingkat hunian stabil di kisaran 80–82 persen. "Kalau dirata-rata sekarang itu 42 persen secara akumulatif per bulan dari bulan Januari sampai Mei. Untuk hotel bintang di Bandung itu 52 persen, kalau hotel melati 32 persen. Jika dijumlah 84 persen, dibagi dua 42 persen rata-rata di Bandung," ucapnya. Salah satu penyebab utamanya adalah kebijakan pembatasan perjalanan dinas pemerintah hingga 50 persen. Padahal, sektor ini sebelumnya menyumbang hampir separuh okupansi hotel bintang 3 hingga 5. "Untuk hotel bintang 3–5, kegiatan pemerintah itu biasanya menyumbang hampir 40 persen dari total okupansi," katanya. Jika kondisi ini terus berlanjut, kata dia, dikhawatirkan dapat menimbulkan gelombang PHK terhadap karyawan hotel.