Ilustrasi perokok. Shutterstock/New AfricaNASIJAKARTA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan keberatan terhada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta. Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, Jumat (20/6)) menilai, pasal-pasal dalam naskah Raperda tersebut akan semakin memperberat kinerja hotel, kafe dan restoran."Jangan lupa bahwa hotel dan resto juga telah turut menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi DKI Jakarta," katanya di Jakarta, Jumat.Menurut Iwantono, kontribusi PHRI DKI Jakarta terhadap ekonomi cukup tinggi dan menyerap lebih dari 600.000 tenaga kerja. Pihaknya juga menyebutkan, pemerintah semestinya disadari bahwa tamu hotel dan restoran itu didominasi oleh konsumen perokok. "Kalau merokok dilarang total, tidak diperbolehkan sama sekali, maka ini kemunduran bagi kafe, restoran dan hotel, dampaknya luas," kata Iwantono.Sebelumnya, berdasarkan hasil survei terbaru yang dilakukan PHRI DKI Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya, tercatat 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. Dampaknya, banyak pelaku usaha yang terpaksa melakukan pengurangan karyawan sekaligus menerapkan berbagai strategi efisiensi.Menurut Iwantono, DKI Jakarta perlu melakukan riset terkait aturan serupa di negara-negara lainnya bahwa merokok masih diperbolehkan, namun dibatasi, diberi tempat tertentu. “Peraturan semacam ini, prosesnya harus bertahap, tidak bisa 'ujug-ujug'. Ekonomi akan terguncang, nanti masyarakat terkejut. Kami mohon, tolong pelaku usaha dilibatkan dalam proses penyusunan Raperda KTR ini," kata Iwantono.Terhadap isu ini, anggota Pansus KTR DPRD DKI Jakarta Inad Luciawaty juga mengutarakan kekhawatirannya atas dampak Ranperda KTR ini bagi kondisi ekonomi masyarakat. Tidak menutup kemungkinan bahwa memang harus ada kawasan khusus merokok. Ini tidak bisa dihilangkan atau dihapus total, karena memang masyarakat kita banyak perokok."Terutama di mal, resto dan kafe, harus ada kawasan khusus merokok," kata Inad.Inad juga mengingatkan bahwa penyusunan Raperda KTR dapat mencontoh negara maju seperti Jepang dan Singapura yang menyediakan tempat khusus merokok. Di aturan juga semestinya memperkuat larangan berjualan rokok dalam radius 200meter dari satuan tempat pendidikan dan tempat bermain anak.Rokok Elektrik Terhadap hal sama, Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) menilai penyamaan rokok elektrik dengan rokok bakar dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan kebijakan tidak tepat dan keliru. Dalam, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang telah diajukan ke DPRD Jakarta, rokok elektrik mendapatkan perlakuan yang setara dengan rokok karena diatur dalam pasal yang sama dalam Raperda KTR Jakarta tersebut."Menyamakan rokok elektrik dengan rokok dalam regulasi ini kurang tepat. Rokok elektrik adalah produk tembakau alternatif yang menghasilkan uap, bukan asap," kata Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan melalui keterangan di Jakarta, Jumat.Kata Paido, pengaturan serta penyamaan definisi tersebut kata Paido, tidak sesuai dengan profil rokok elektrik yang secara kajian ilmiah telah terbukti rendah risiko. Penyamaan rokok elektrik dengan rokok bakar merupakan kebijakan yang tidak tepat dan keliru.Dikutip dari Antara, dia menyebut rokok elektrik memiliki karakteristik dan profil risiko yang berbeda dari rokok yang dibakar sehingga tidak bisa diperlakukan setara."Rokok elektrik tidak menghasilkan zat-zat berbahaya seperti tar dan karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok yang dibakar," ujarnya.Dia menyitir laporan dari Public Health England (PHE), yang kini dikenal sebagai UK Health Security Agency, berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products” pada 2018.Baca juga: PHRI Jakarta: Rancangan Perda Kawasan Tanpa Rokok Ancam 600 Ribu Pekerja Horeka Menkes Minta Pemda Buat Perda Kawasan Tanpa RokokHasilnya, rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan mampu mengurangi paparan risiko hingga 90-95% lebih rendah daripada rokok yang dibakar. Temuan itu menunjukkan rokok elektrik dapat menjadi alternatif bagi perokok dewasa yang ingin mengurangi dampak buruk konsumsi rokok.Tidak hanya itu, menyamaratakan rokok elektrik dengan rokok bakar dalam Raperda KTR juga berpotensi membatasi hak konsumen untuk mengakses dan menggunakannya.Pasal 1 Ayat 6 Raperda KTR disebut rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya termasuk shisha, rokok elektronik, vape, produk tembakau yang dipanaskan, diuapkan, dan/atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.Sebaliknya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta Farah Savira mengatakan bahwa Pansus KTR ditargetkan selesai pada Agustus 2025. Menurut dia, saat ini sudah banyak masukan dan saran-saran dari berbagai asosiasi, baik yang pro terhadap kawasan tanpa rokok maupun yang kontra.