Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

PHRI Bontang Minta Pemerintah Awasi Ketat Guest House yang Tak Berizin

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Bisnis guest house di Bontang sangat menjamur. Tarif murah, fasilitas memadai, dan lokasi strategis membuatnya digandrungi pelancong maupun, pekerja dan pengusaha yang berkepentingan. Namun, di balik maraknya usaha rumah inap ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bontang mengingatkan potensi ancaman usaha ilegal jika pengawasan pemerintah kendur. Baca juga: Guest House di Bontang Tumbuh Subur, Harga Terjangkau Jadi Andalan Ketua Harian PHRI Bontang Bela Indi Sulistiyo, mengatakan tren guest house di Bontang memang tak terhindarkan, terlebih di tengah pesatnya pembangunan kawasan industri dan meningkatnya wisata lokal.  Hanya saja, ia menyoroti lemahnya data legalitas usaha tersebut. Menurut Bela, setelah proses perizinan beralih ke sistem OSS (Online Single Submission), organisasi PHRI tidak lagi memiliki akses memotret usaha guest house atau homestay secara detail. Hal ini membuat pemetaan usaha resmi versus usaha tanpa izin menjadi kabur. “Sejak OSS, kami tidak bisa lagi terlibat atau melihat langsung detail perizinan. Padahal banyak sekali penginapan yang muncul dengan klaim guest house atau villa,” ujarnya kepada Tribunkaltim, Senin (7/7/2025). Bela tak menampik bahwa perkembangan guest house memberi pilihan baru akomodasi dengan harga lebih terjangkau bagi wisatawan atau pekerja proyek.  Namun ia berharap pemerintah daerah tidak lepas tangan dalam melakukan pengawasan. “Harus turun langsung, jangan hanya di atas kertas. Karena jika tidak, okupansi hotel resmi bisa tertekan,” tegasnya. Ia mencontohkan di beberapa daerah wisata populer seperti Jogja dan Bali, tren serupa terjadi. Banyak wisatawan beralih ke guest house, tanpa mengecek legalitas tempat inap, yang akhirnya memicu kerugian bagi hotel resmi. “Kalau tempatnya bagus, fasilitas oke, orang tidak peduli legal atau tidak. Ini yang harus diawasi,” katanya. Bela menilai perlunya evaluasi lebih serius, terutama terkait penginapan yang berdiri di atas laut, seperti di kawasan Bontang Kuala. Menurutnya, status izin untuk usaha di ruang laut tidak boleh sekadar dilempar ke provinsi tanpa koordinasi. “Faktanya 70 persen wilayah Bontang itu laut. Jadi Pemkot harus aktif juga, bukan hanya menyerahkan ke provinsi,” tuturnya. PHRI sendiri, sambung Bela, membuka ruang bagi pengelola guest house atau villa untuk bergabung sebagai anggota agar pembinaan lebih mudah dilakukan. Hanya saja, Bella mengaku pihaknya tidak bisa memaksa pelaku usaha untuk bergabung. “Kami tetap terus menyampaikan, jangan sampai seperti kejadian kemarin ada 11 villa di Bontang Kuala yang ternyata belum lengkap izinnya,” ungkapnya. Lebih jauh, ia berharap kolaborasi pemerintah daerah, provinsi, hingga organisasi pelaku usaha berjalan lebih intens. Dengan demikian, geliat bisnis guest house tetap sehat dan tidak mematikan iklim persaingan akomodasi di Bontang. “Guest house ini bagus untuk ekonomi masyarakat. Tapi tolong dikawal legalitasnya,” pungkasnya. (*)