Jakarta: Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi B. Sukamdani mengungkapkan terjadi penurunan pemutaran musik di sejumah kafe, restoran hingga hotel di Indonesia. Hal itu tak terlepas dari kisruh masalah royalti yang belakangan ini terjadi. Salah satu penyebab paling membuat pihak hotel dan restoran enggan memutar lagu disebut Sukamdani untuk menghindari persoalan hukum seperti yang terjadi pada Mie Gacoan. Direktur Mie Gacoan Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira sempat menjadi tersangka setelah dilaporkan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) karena dugaan pelanggaran hak cipta atas penggunaan musik di tempat usahanya. Secara organisasi, PHRI disebut Sukamdani mengingatkan anggotanya untuk taat membayar royalti. Namun, jika enggan mengurus pembayaran royalti, maka sebaiknya mereka tidak memutar musik di tempat usaha mereka. "Kami berikan arahan kalau kalian mau putar lagu harus bayar. Tapi kalau merasa berat, ya jangan putar. Karena ada yang keperluannya, silakan. Mau pakai model platform digital juga boleh, atau dia bayar ke konvensional, ke LMKN," kata Haryadi Sukamdani. Penurunan terbesar disebut Sukamdani terjadi pada gerai restoran dan hotel berskala kecil. Mereka merasa risiko dan beban mengurus pembayaran royalti malah membuat masalah baru dalam operasional. Sehingga mereka memutuskan tidak memutar lagu. "Tapi di lapangan, saya baru telepon ketua PHRI Lombok, mereka kehilangan mood-nya, terutama yang kecil-kecil (memutar musik). Jadi senyap," ujarnya. Maulana Yusran selaku Sekjen PHRI pun meminta pihak terkait untuk membedakan tarif royalti kafe dan restoran serta hotel dengan tempat karaoke. Hariyadi dan Maulana menegaskan anggota PHRI akan taat membayar royalti jika regulasi tarifnya jelas dan distribusinya jelas ke pemilik hak. "Kami minta kejelasan soal tarif bisnis yang menggunakan musik sebagai menu utama semisal konser, karaoke dengan bisnis yang menggunakan musik sebagai ambience seperti restoran dan hotel. Jadi jangan dipukul rata, ini beda," kata Maulana. PHRI pun memberikan dukungan terhadap revisi UU Hak Cipta. Mereka tidak mau kasus Mie Gacoan terulang pada gerai restoran dan hotel di Indonesia. "Saya rasa perlu segera ada revisi UU Hak Cipta. Saya rasa tak perlu ada pasal yang menyangkut pidana, karena ini sebetulnya ranahnya perdata. Kan tujuannya bukan ke sana (memenjarakan). Menurut pandangan kami ini bukan pidana. Kita harus lihat apa permasalahan mendasarnya dulu," kata Haryadi Sukamdani. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News