MALANG, KOMPAS.com - Pengelola restoran di Kota Malang, Jawa Timur, yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), menyatakan keberatan terhadap kebijakan royalti musik yang diterapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Mereka menilai tarif yang ditetapkan terlalu tinggi dan menjadi sumber polemik di kalangan pelaku usaha. Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki, menjelaskan bahwa meskipun pelaku usaha memahami kewajiban membayar royalti atas penggunaan karya musik untuk kepentingan komersial, penagihan royalti saat ini dianggap tidak tepat dilakukan di tengah situasi yang masih diperdebatkan.Baca juga: Armuji: Kalau Lagunya Sudah Tidak Hits, Terus Kena Royalti, Orang Juga Malas Muternya "Saat ini kan masih berpolemik, pengenaan royalti jangan dilakukan dulu sampai ada kepastian hukum dan aturan yang jelas. Ini harus segera, karena kalau tidak maka bisa muncul masalah baru karena pemahaman dan penafsiran yang berbeda, sehingga bisa menimbulkan polemik yang berkepanjangan," ujar Agoes, Minggu (24/8/2025). Polemik ini muncul akibat besaran tarif yang dinilai sangat memberatkan. Agoes memaparkan bahwa LMKN memberlakukan tarif berdasarkan jumlah kursi atau luasan ruangan untuk restoran dan kafe."Untuk restoran, LMKN mengenakan tarif Rp 120 ribu setiap kursi per tahun. Itu yang berlaku saat ini dan menjadi polemik," ungkapnya.Tingginya tarif royalti ini membuat banyak pengusaha mengambil langkah tegas untuk menghindari biaya. "Banyak pengusaha memilih bersikap tidak memutar lagu, bahkan ada yang menghentikan kegiatan live musik," katanya. Meskipun sebagian besar hotel anggota PHRI masih memutar musik, Agoes mengonfirmasi bahwa beberapa restoran di anggotanya sempat menghentikan pemutaran lagu sama sekali. Baca juga: Gaduh Royalti, Hotel di Banyuwangi Perdengarkan Instrumen Musik Tradisional Banyak di antara mereka kini beralih memutarkan musik instrumental sebagai alternatif. Dari total 90 anggota PHRI Kota Malang, 13 di antaranya adalah restoran. Kebijakan tarif royalti yang dianggap memberatkan ini membuat PHRI berharap agar DPR RI, perwakilan musisi, dan LMKN dapat duduk bersama untuk menemukan solusi yang adil. "Semoga setelah pembahasan yang saat ini di pusat akan berbuah, ada solusi yang win-win solution," pungkasnya. Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!