PENGEMBANGAN pariwisata dan permasalahan sampah bagaikan pisau bermata dua, satu sisi membawa manfa’at berupa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan namun di sisi lain membawa masalah dengan adanya penambahan sampah. Salah satu jasa yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata adalah jasa akomodasi yang lebih dikenal dengan usaha hotel dan restoran. Jasa akomodasi diperlukan sebagai sarana tinggal sementara bagi wisatawan selama berada jauh dari rumahnya. Sama halnya dengan rumah pada umumnya, jasa akomodasi juga memproduksi sampah yang besar. Secara singkat limbah dan sampah dibedakan: limbah adalah sisa usaha dari kegiatan industri sedangkan sampah adalah sisa kegiatan manusia secara individu maupun berkelompok. Jasa akomodasi menghasilkan dua-duanya, namun dalam artikel ini ditekankan pada permasalahan sampah yang sedang mengemuka saat ini. Sebenarnya proses pengelolaan limbah dan sampah pada jasa akomodasi telah diatur dalam berbagai Perundangn dan PerDa serta persyaratan membangun seperti adanya: AMDAL, UKL/UPL, IPAL, dan tempat penampungan sementara (TPS). Namun penanganan saat masih bersifat konvensional yaitu sampah dikumpulkan dari TPS kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Dalam artikel ini disampaikan pemikiran penanganan sampah secara terpadu mulai dari sumbernya. proses pengolahan pada jasa akomodasi serta peran pemerintah yang menampung hasil akhir sampah. Limbah jasa akomodasi diklasifikasikan menjadi empat : padat, cair, gas, serta B3 (bahan beracun dan berbahaya). Untuk pengelolaannya sudah ada aturan/SOP nya. Uraian selanjutnya akan dibahas limbah padat atau sampah yang dibagi berdasarkan susunan kimianya menjadi dua yaitu sampah Organik yang berupa sisa makanan, ampas minuman, makanan basi, dsb yang dikenal dengan istilah food waste. Serta sampah Anorganik berupa: pembungkus makanan, kaleng minuman, botol plastik, pecahan kaca, serta kertas dan karton pembungkus. Penelitian Bappenas (2021) menunjukkan kehilangan dan pemborosan pangan (food loss and food waste/FLW) menjadi masalah besar karena membawa dampak negatif bagi lingkungan, ekonomi, dan masyarakat. Sedangkan menurut KLHK (2021) sebagian besar sampah makanan dihasilkan dari rumah tangga serta jasa akomodasi. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat dan industri jasa akomodasi sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari FLW menuju masyarakat yang lebih bijak dan tidak boros dalam mengkonsumsi makanan. Pengelolaan sampah secara terpadu dimulai dari : tamu – pihak pengelola jasa akomodasi serta peran Pemerintah, terbagi dalam 3 langkah yaitu : 1. Penerapan 3 R kepada pelanggan dan pengelola jasa akomodasi. a. Reduce (mengurangi). Semakin kita mengurangi pemakian barang yang akan menghasilkan sampah maka secara otomatis sampah akan berkurang. Hal dimulai dari tamu hotel dan restoran untuk mengambil makanan seperlunya, melalui kampanye : “Makan lebih bijak, tidak ada sisa” atau “Ambil seperlunya mau nambah silakan”. b. Reuse (menggunakan kembali). Dengan menggunakan kembali barang yang telah dipakai namun tetap sesuai prosedur pembersihan, hal ini akan mengurangi sampah yang dihasilkan. c. Recycle (mendaur ulang). Dengan mendaur ulang sampah dengan pengomposan melalui lobang biopori maupun losida (lodong sisa dapur) maka sampah organik akan terkelola bahkan memberikan nilai tambah berupa pupuk organik. 2. Pemilahan limbah dari asalnya, mulai dari penerimaan bahan, pengolahan di dapur sampai dengan TPS hendaknya dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah secara sederhana dan sisanya diangkut ke TPA. Sedangkan sampah anorganik dikelola sendiri atau bekerja sama dengan bank sampah yang dikelola oleh komunitas. 3. Peran Pemerintah tetap diperlukan untuk menampung sampah yang tidak dapat dikelola oleh jasa akomodasi. Namun diharapkan tidak hanya ditimbun seperti saat ini, tetapi perlu dilakukan intervensi teknologi baik bersifat fisik, kimiawi (ecoenzim) maupun biologis (ternak maggot).Sebagai catatan akhir disampaikan bahwa pengelolaan sampah tidak dapat dilakukan secara parsial dan konvensional namun harus terpadu serta dibarengi dengan pengunaan teknologi yang memadai. (Indi Printianto, Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo dan Pengurus PHRI DIY)