JAKARTA, KOMPAS — Kontribusi libur panjang akhir pekan pada Jumat (5/9/2025) hingga Minggu (7/9/2025) diprediksi minimalis bagi industri pariwisata dan perekonomian nasional. Di saat daya beli masyarakat masih lemah, dampak kerusuhan yang menunggangi gelombang unjuk rasa di sejumlah kota besar di akhir Agustus kian membatasi mobilitas masyarakat.Pemerintah menetapkan hari libur nasional pada Jumat (5/9/2025) guna memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, masyarakat memiliki tiga hari libur di akhir pekan atau long weekend pada September ini.Unjuk rasa yang berlangsung sejak Senin (25/8/2025) di Jakarta dan akhirnya meluas ke berbagai kota besar sampai dengan Minggu (31/8/2025) membuat sebagian masyarakat khawatir untuk bepergian.Shella (29), warga Yogyakarta, misalnya, berencana menghabiskan akhir pekan di Solo, Jawa Tengah. Demonstrasi yang terjadi, baik di Solo maupun Yogyakarta, memengaruhi rencana berliburnya. Meski tidak sampai membatalkan jadwal piknik, ia membuat sejumlah penyesuaian.Meski demikian, Shella lebih berhati-hati. Ia menjauhi titik-titik lokasi rawan demonstrasi. Ia juga berencana menghabiskan banyak waktu di hotel saja.”Saya akan memilih tempat-tempat yang jauh dari keramaian, seperti mal atau kafe-kafe tengah kota. Saya berencana ke Karanganyar, hanya menghadiri acara perkawinan teman, kemudian langsung kembali ke hotel. Saat di hotel juga akan lebih banyak menggunakan jasa pesan antar makanan,” ujar Shella saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/9/2025).Sementara bisnis penyewaan mobil dan sepeda motor di akhir pekan ini lesu. Pesanan sejauh ini tidak seramai akhir pekan biasanya yang sampai mengambil kendaran dari rekan lain. ”Weekend kemarin dan weekend besok hanya habis dari unit kami saja. Tamu-tamu banyak bertanya sebelum pesan, apakah Yogyakarta sudah aman atau belum,” ujar pengusaha jasa sewa kendaraan Bayangtrans di Yogyakarta, Claudia Anjel. Tamu-tamu banyak bertanya sebelum pesan, apakah Yogyakarta sudah aman atau belum.Untuk akhir pekan ini, hanya 41 unit sepeda motor dan 11 unit mobil yang tersewa. Jumlah armada tersebut berasal dari tempatnya, tanpa bantuan rekan-rekannya. ”Beberapa konsumen yang sudah pesan untuk long weekend ini kami yakinkan mereka bahwa Yogyakarta sudah aman. Kami juga menyarankan mereka untuk tidak ke daerah rawan-rawan demonstrasi,” kata Anjel.Wisatawan nusantaraIndustri pariwisata biasanya terdongkrak dengan pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) yang didorong saat libur panjang, termasuk libur pajang akhir pekan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, trennya kurang menggembirakan. Sejak libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, pemerintah menggelontorkan insentif tiap libur panjang untuk menstimulasi perputaran uang di masyarakat. Terakhir adalah pada libur sekolah yang jatuh pada Juni-Juli 2025.Di periode itu, pemerintah meluncurkan paket stimulus, dua dia antaranya kebijakannya langsung berdampak pada industri pariwisata. Pertama, stimulus berupa diskon tarif transportasi. Ini mencakup tiket kereta api, tiket pesawat, dan tarif angkutan laut. Kedua, diskon tarif tol 20 persen di ruas tol yang dikelola Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Namun, menurut pengusaha, insentif tersebut ternyata tidak begitu mendongkrak industri pariwisata.”Ini jadi sangat dilematis kalau berbicara long weekend terhadap pergerakan wisnus. Kalau wisatawan mancanegara (wisman), butuh waktu untuk pemulihan kembali. Namun, dari sisi pergerakan wisnus untuk leisure, saya rasa tidak terlalu signifikan pengaruhnya menurut kami,” tutur Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran.Saat akhir pekan panjang, termasuk cuti bersama, Maulana melanjutkan, situasinya tidak cukup mendongkrak okupansi atau keterisian hotel. Ini terutama disebabkan daya beli masyarakat yang masih lemah.Berdasarkan data terakhir PHRI, okupansi hotel saat libur panjang akhir pekan turun 20-30 persen, dari 2024 ke 2025. Setiap daerah bervariasi penurunannya di level itu. Tahun ini, okupansi libur panjang akhir pekan rata-rata hanya berkisar 40-50 persen. Ada hotel-hotel yang bisa membukukan lebih besar tingkat keterisiannya, tetapi dengan rata-rata harga kamar yang lebih rendah.”Padahal, sebelum 2025, saat long weekend atau weekend biasa, okupansi rata-rata masih pada angka minimal 60-80 persen, bahkan bisa 90 persen. Namun, tahun ini rata-rata hanya 40-50 persen. Ada hotel-hotel tertentu yang bisa catat sampai 90 persen, itu pun sudah banting harga,” tuturnya.Okupansi turun Maulana menambahkan, okupansi hotel secara umum hanya naik pada Januari selama Januari-Juli 2025 dibandingkan periode sama pada 2024. Sisanya, tren okupansi menurun dengan penyusutan terdalam pada masa puasa (Maret 2025) yang merosot dengan okupansi rata-rata 33,36 persen.Okupansi perhotelan secara nasional turun 3,52 persen selama Januari-Juli 2025 dibanding periode sama pada 2024. Posisinya sedikit lebih tinggi ketimbang 2022, tetapi lebih rendah dari 2023-2024. Dari aspek pendapatan, kondisinya lebih memprihatinkan karena penyusutannya lebih dalam ketimbang persentase okupansi.Industri pariwisata menunggu strategi pemerintah mendongkrak daya beli masyarakat. Tanpa menggerakkan sektor riil di berbagai daerah, daya beli sulit tumbuh.Maulana menilai, libur panjang akhir pekan, bahkan masa libur sekolah, tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja hotel dan restoran di Indonesia. Performa sektor pariwisata banyak bergantung pada pergerakan masyarakat di daerah.Ia berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan-kebijakannya. Industri pariwisata menunggu strategi pemerintah mendongkrak daya beli masyarakat. Tanpa menggerakkan sektor riil di berbagai daerah, daya beli sulit tumbuh.Terkait kunjungan wisatawan mancanegara, gejolak sosial-politik di akhir Agustus 2025 sangat berdampak. Beberapa negara mengumumkan peringatan perjalanan atau travel warning untuk berkunjung ke Indonesia. Sedikitnya 10 kedutaan besar telah menerbitkan peringatan tersebut bagi warganya.Negara-negara itu adalah Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, Australia, Selandia Baru, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Kondisi ini berpengaruh terhadap sektor pariwisata. Sebab, pertimbangan para pelaku perjalanan akan makin ketat.”Pasti berdampak signifikan karena turis itu sensitif pada masalah-masalah keamanan. Dua hal yang turis takutkan, yaitu keamanan dan wabah atau penyakit. Hal yang kami khawatirkan, Agustus-September itu mestinya masih peak season,” kata Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Hariyadi Sukamdani.Untuk Indonesia, Hariyadi meneruskan, animo berwisata akan turun meski ada libur panjang akhir pekan. Sebab, isu utama yang dihadapi saat ini pada aspek keamanan. Masyarakat masih khawatir untuk beraktivitas seperti biasa. Ini tecermin dari tingkat pembatalan rapat di hotel yang tinggi.Jakarta, misalnya, tingkat pembatalan acara pada hari biasa di hotel hampir mencapai 70 persen. Permintaan menjadwalkan ulang tinggi. Namun, Hariyadi meyakini, setelah pekan ini, kondisi akan berangsur pulih.Menanggapi gelombang aksi di sejumlah daerah, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) meyakinkan bahwa Indonesia masih terbuka bagi para wisman. Kedatangan mereka berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.”Kemenpar memastikan Indonesia tetap menyambut kehadiran wisman. Kemenpar menjamin semua destinasi wisata tetap bisa diakses seperti biasa. Kami sangat memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan para wisatawan, agar memiliki kenangan indah berwisata di Indonesia,” ujar Menpar Widiyanti Putri Wardhana dalam siaran persnya.Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, sepanjang 2024, pergerakan wisman ke Indonesia mencapai 13,9 juta kunjungan. Angkanya tumbuh 19,05 persen dibandingkan 2024 dari 11,7 juta kunjungan.Sektor pariwisata diperkirakan menyumbang devisa sebesar 16,7 miliar dollar AS pada 2024, naik 19,3 persen dibanding 2023. Pada 2024, kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional diestimasikan sebesar 4,01-4,5 persen. Artinya, sektor pariwisata menyumbang Rp 887,77 triliun sampai Rp 996,26 triliun.