Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Okupansi Hotel Bandung Tertinggi, Pendapatan Masih Turun

Okupansi hotel di Kota Bandung tercatat tertinggi di Jawa Barat dengan rata-rata 50 persen. Ketua BPD PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyebut okupansi lebih tinggi di Bandung karena banyaknya kegiatan. “Bandung lebih tinggi karena banyak kegiatan,” kata dia, dikutip dari siaran pers Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung, Kamis, 18 September 2025.Dodi menjelaskan, okupansi tertinggi terjadi di hotel bintang 4-5 di pusat kota, yakni 60-65 persen, sementara di kawasan pinggiran hanya 30-40 persen. Rata-rata okupansi hotel di Jawa Barat sendiri hanya 41 persen. Meski demikian, ia mengakui kinerja hotel di Bandung belum pulih dari sisi pendapatan. “Secara okupansi tidak drop jauh, tapi revenue memang turun. MICE belum maksimal, meski hotel bintang dua dan tiga sudah mulai bergerak berkat dukungan pemerintah kota,” kata Dodi. Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca Menurut dia, Badan Promosi Pariwisata Kota Bandung juga berupaya mendongkrak kunjungan wisatawan. Ketua Badan, Arief Bonafianto, mengatakan PHRI bersama pelaku usaha hotel dan restoran aktif mendukung berbagai acara di Bandung. “Kami sering memberi diskon khusus untuk event agar lebih menarik. Ini langkah kecil yang bisa membantu perputaran ekonomi. Tapi tentu kami berharap ada kebijakan yang lebih mendukung dari pemerintah,” kata Arief. Ia menambahkan, pelaku usaha berharap adanya insentif berupa kelonggaran regulasi PP1 serta tambahan anggaran untuk kegiatan pariwisata. “Event-event besar jelas mendatangkan wisatawan, tapi tanpa dukungan anggaran yang memadai, upaya promosi pariwisata tidak bisa maksimal,” kata dia.Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan perlunya arah dan identitas jelas dalam membangun sektor pariwisata. Ia menetapkan Bandung sebagai kota tujuan wisata dengan spesialisasi MICE. “Bandung harus punya mission statement. Saya tetapkan Bandung sebagai kota tujuan wisata dengan spesialisasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Karena kalau MICE jalan, semua sektor ikut terdongkrak. Hotel, transportasi, F&B, hingga pengisi acara,” kata Farhan.Menurut Farhan, MICE dapat membuka peluang bagi jasa, UMKM, hingga industri kreatif, tanpa meninggalkan identitas Bandung sebagai pusat modest fashion dan ekosistem kreatif berbasis komunitas. “Fesyen muslim lahir di Bandung, kosmetik Wardah juga dari Bandung. Jadi Bandung memang rumah bagi modest fashion dan produk kecantikan kelas menengah,” katanya. Ia menambahkan, sektor kuliner, street food, serta seni pertunjukan juga harus diperkuat. “PKL harus kita bina agar naik kelas, street food harus sustainable. Kalau kualitasnya terjaga, wisatawan akan semakin betah berlama-lama di Bandung,” kata dia.Farhan menyebut tren kunjungan wisata melonjak pada Triwulan II 2025 setelah sejumlah acara digelar pasca Lebaran. “Dari data, setiap event bisa mendatangkan ribuan wisatawan. Sekitar 70 persen di antaranya dari luar Bandung, dan 40 persen pasti menginap. Itu artinya perputaran ekonomi besar,” kata dia.Namun, Farhan menyoroti penutupan penerbangan internasional di Bandara Husein Sastranegara yang dinilai merugikan pariwisata Bandung. “Setiap tahun kita kehilangan 800 ribu wisatawan asing akibat Husein tidak menerima penerbangan internasional. Itu opportunity cost yang besar sekali. Saya akan terus memperjuangkan agar Husein dibuka kembali,” katanya. Ia menekankan aksesibilitas sebagai kunci utama. “Wisatawan tentu lebih nyaman dengan bandara yang dekat pusat kota. Kalau harus ke Kertajati, itu memakan waktu dan biaya lebih. Maka Husein punya nilai strategis,” kata dia.