TRIBUN-BALI.COM - Pelaku industri perhotelan menatap optimistis sisa tahun ini, seiring momentum libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang diperkirakan kembali mendorong peningkatan permintaan kamar. Pengusaha hotel mencatatkan penurunan pendapatan yang signifikan sejak awal tahun. Stimulus yang kini digelontorkan pemerintah pun dianggap tak cukup untuk memperbaiki pasar nasional. Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menyebutkan, secara tahunan atau year-on-year (yoy) terjadi penurunan okupansi di industri hotel nasional sebesar 3,51 persen. Dari sisi pendapatan, penurunan malah terjadi lebih dalam, yakni rata-rata 50 % . Maka dari itu, stimulus yang menyasar tenaga kerja, meski diakui merupakan langkah yang positif, tetapi menjadi tak efektif jika pasar industri sendiri lesu atau bahkan telah hilang. Stimulus yang bisa men-trigger pasar lebih diharapkan. Baca juga: KAJATI Bali Dijabat Chatarina Muliana, Jaksa Agung Mutasi, 11 Posisi Jabatan Kejaksaan di Bali Juga Baca juga: BKSDA Minta Bongkar Bangunan dan Gelar Upacara Bendu Piduka, Penyelesaian Polemik TWA Penelokan Maulana menilai secara keseluruhan industri hotel sulit tumbuh tahun ini. “Sejauh ini saja masih minus, untuk mengejar pertumbuhan positif sepertinya cukup berat di sisa bulan ini,” sebutnya. Maulana menjelaskan, itu bisa terjadi akibat penurunan permintaan yang signifikan dari sektor pemerintah seiring diberlakukannya efisiensi anggaran ketat. Pasalnya, selama ini sektor pemerintah rata-rata berkontribusi 40 % –60 % ke pendapatan hotel nasional. “Itu yang mengisi kegiatan di ballroom, segmen-segmen MICE itu berkontribusi ke revenue hotel 50 % sampai 60 % , malah ada (hotel) yang 80 % (pendapatannya dari sektor pemerintah),” papar Maulana, beberapa hari lalu. Pun, permintaan dari segmen korporasi tak cukup menjadi buffer. Jika bicara industri hotel nasional, permintaan korporasi banyaknya datang untuk hotel di pulau Jawa. Sementara wilayah lain yang minim kantor korporasi jelas menggantungkan harapannya pada sektor pemerintah. Belum lagi, pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) membuat anggaran pemerintah daerah kian ketat. Dus, permintaan akomodasi hotel berisiko makin kecil saja. Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani mengatakan, periode akhir tahun selalu menjadi momentum penting bagi industri hotel untuk menjaga tingkat hunian tetap tinggi. “Proyeksi industri perhotelan untuk musim libur akhir tahun sangat optimistis, dengan harapan kenaikan tingkat hunian signifikan karena puncak liburan dan arus wisatawan domestik maupun internasional,” ujarnya, Senin (13/10). Hariyadi mengungkapkan, salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan menerapkan dynamic pricing, yakni penyesuaian tarif kamar mengikuti tren permintaan harian dan menjelang puncak liburan. “Kami juga menerapkan diskon yang strategis untuk menjaga kestabilan dan peningkatan tingkat okupansi,” kata Hariyadi. Selain itu, hotel-hotel juga menyiapkan paket kamar dengan makan malam khusus tahun baru, acara hiburan, serta aktivitas keluarga yang menarik. “Strategi ini diharapkan dapat mendorong tamu menginap lebih lama,” kata Hariyadi Hariyadi menjelaskan, tingkat okupansi hotel sepanjang kuartal ketiga turut mengalami lonjakan, didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara, momentum liburan sekolah, serta musim puncak perjalanan internasional atau peak season. (kontan) Daya Beli Jadi Momok