TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pelaku pariwisata di Yogyakarta menyuarakan harapan akan 'angin segar' dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Namun sekaligus mengkritisi kebijakan pemangkasan anggaran yang dikhawatirkan mematikan denyut ekonomi lokal. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan, kondisi dewasa ini memang bercampur antara harapan dan kekhawatiran. Ia berharap pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan bisa membawa kebaikan, melalui kebijakan-kebijakan yang tidak terkesan 'mematikan' pelaku usaha sektor pariwisata. "Harapan kami akan ada angin segar, kelonggaran. Jangan sampai kami-kami ini istilahnya dibiarkan mati pelan-pelan," katanya, Minggu (19/10/2025). Kekhawatiran utama PHRI DIY adalah terkait dampak negatif efisiensi besar-besaran yang berujung pada pemangkasan anggaran dan pemotongan dana transfer ke daerah. Menurut Deddy, kebijakan itu perlu di-review ulang, karena sektor pariwisata punya multiplier effect yang luas, tidak hanya bagi hotel dan restoran, tetapi juga UMKM, transportasi, dan sektor lainnya. "Efisiensi itu bagus, ketika dijalankan dengan baik dan benar. Tapi, (pelaksanaannya) tidak harus mematikan napas kami," tandasnya. Deddy mengakui, bahwa hingga satu tahun berjalan, pelaku pariwisata di DIY belum merasakan keberpihakan signifikan dari kebijakan pemerintah pusat. Baca juga: Pengusaha Optimistis Tapi Minta Perizinan Jangan Berbelit-belit Baca juga: Banyak Teman Ingin Bertahan di Kampung, Tapi Menurutnya, sektor pariwisata yang notabene menjadi penyumbang devisa dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), masih ditempatkan di prioritas kesekian. "Kami merasakan belum, belum ada, belum terlalu memihak kami, di sektor pariwisata khususnya. Kami masih di nomor keberapa, gitu loh," ujarnya. Kondisi ini diperparah jika anggaran daerah dipangkas, sehingga pihaknya mendesak pemerintah untuk mencari solusi kompensasi, seperti menggencarkan promosi pariwisata di tingkat nasional. Selain itu, PHRI DIY juga menyoroti pentingnya peningkatan aksesibilitas melalui penerbangan langsung (direct flight) internasional yang sejauh ini belum optimal. Deddy berharap, pemerintah dapat segera merealisasikan tambahan direct flight langsung ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Selain rute-rute yang sudah ada seperti Singapura dan Malaysia, ia secara spesifik menyebut rute ke Thailand sebagai salah satu potensi bagus yang harus direalisasikan. "Supaya perekonomian di daerah itu juga baik, berputar dengan baik, di tengah pemangkasan anggaran. Kalau daerah bisa bernapas, kami juga bisa bernapas," cetusnya. "Nah, realisasi penerbangan langsung ini bisa menjadi salah satu cara, agar napas sektor pariwisata tidak terus tersengal-sengal," pungkas Deddy. (Tim)