DENPASAR, NusaBali.com – Penerimaan Bali dari Pungutan bagi Wisatawan Asing (PWA) diproyeksikan meleset dari target yang telah ditentukan dan masih jauh dari potensi maksimal yang seharusnya. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Gubernur Bali Wayan Koster.Dalam Rapat Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Rabu (22/10/2025), Gubernur melihat PWA akan mencapai Rp 380–390 miliar sampai akhir 2025 ini. Meleset dari target yang diamanatkan APBD Bali Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 500 miliar. Selain diproyeksikan tidak sesuai target, kebijakan PWA senilai Rp 150.000 per wisatawan yang berlaku sejak 14 Februari 2024 ini juga masih jauh dari potensi maksimal. Dengan perkiraan 6,5–7 juta wisatawan asing datang ke Bali tahun ini, potensi maksimal PWA antara Rp 975 miliar sampai Rp 1 triliun lebih. Melihat fenomena ini Sekretaris BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus menilai Pemprov Bali perlu melakukan langkah yang lebih masif. Dan, sebagai salah satu endpoint PWA, PHRI juga punya andil di dalam menyukseskan kebijakan PWA ini. Perry menuturkan PHRI Bali sudah bekerja sama dengan Pemprov Bali secara global melalui Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali sejak Juli 2025. Selain itu, Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PHRI Bali dengan Sekretaris Daerah juga telah dilaksanakan. Sedangkan, kerja sama sebagai endpoint dilakukan di level hotel dengan Dinas Pariwisata. “Masalah bagaimana efektivitas itu sekarang sedang berjalan. Memang sekarang kelihatannya mulai naik—cuman kan belum maksimal, kita akui itu,” ungkap Perry ketika ditemui di Denpasar, Jumat (24/10/2025). Perry mengakui dari 392 anggota PHRI Bali belum semuanya menjadi endpoint. Di samping itu, hotel yang sudah menjadi endpoint—atau titik akhir penarikan PWA setelah memasuki Bali—belum mendapat dukungan optimal. Kata dia, wisatawan berhak tahu detail kebijakan ini sampai manfaat dari apa yang sudah mereka bayar. Oleh karena itu, tidak cukup hanya bermodal kode Quick Response (QR) untuk pintu pembayaran PWA. Papan informasi mengenai detail kebijakan baik dalam bentuk cetak maupun audio visual perlu dipasang di lobi hotel yang telah menjadi endpoint. “Ini belum maksimal dilakukan. Kami sedang menunggu hal itu dilaksanakan,” kata Perry. Selain kerja sama dengan PHRI selaku asosiasi yang menaungi pemilik hotel, Perry menilai pelibatan asosiasi front liner (Indonesia Hotel Front Liners Association) sangat krusial. Sebab, yang berinteraksi dengan wisatawan saat mereka menginjakkan kaki di lobi hotel adalah front liner, bukan manajemen ataupun pemilik hotel. “Memang bukan front liner yang menjelaskan karena keterbatasan pengetahuan mereka, tapi kami minta ada QR resmi dari pemerintah untuk diarahkan ke wisatawan yang dapat menampilkan PWA itu apa, gunanya apa. Kami minta juga supaya ada video sehingga kalau ada penggunaan untuk lingkungan di sana kelihatan, transparan,” jelas Perry. Sementara itu, kata Perry, PHRI Bali juga sudah mendorong Pemprov Bali untuk membuka opsi kerja sama dengan maskapai. Ia menilai informasi adanya kebijakan PWA ini dapat disampaikan ke wisatawan asing segera sebelum mereka mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai melalui pengumuman landing announcement. “Kami menganjurkan pemerintah untuk bekerja sama dengan maskapai—pada waktu pesawat internasional mendarat itu biasanya ada pengumuman kan? Ada tentang narkotika biasanya. Salah satunya bisa kita minta tentang PWA ini disampaikan,” tegas Perry. Informasi PWA pada landing announcement ini dapat menjadi lapisan tambahan untuk meminimalisir wisatawan yang lolos dari informasi prakeberangkatan yang disampaikan agen tur dan perjalanan (ASITA) maupun konter PWA di bandara. Langkah ini, kata Perry, perlu koordinasi Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan RI. *rat