PORTALJABAR, KOTA BANDUNG - Perubahan perilaku terus digencarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sebagai upaya menyelesaikan permasalahan sampah yang masih dalam status darurat. Salah satunya dengan menyamakan frekuensi komitmen bersama para asosiasi hotel, kafe, restoran, dan pariwisata. Pemkot Bandung telah menyosialisasikan penanganan sampah di tiap kluster. Mulai dari kluster pendidikan, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, kelompok masyarakat kota, dan kini perhotelan, cafe, resto, serta pariwisata. Bidang Keanggotaan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Baray Iwan Siwadimadja mengaku, sejak 3 bulan lalu PHRI sudah melakukan penyuluhan sampah ke hotel-hotel dan restoran di Kota Bandung. "Sebanyak 294 anggota kami sudah mendapatkan penyuluhan. Saat sedang berjalannya penyuluhan, terjadi kebakaran Sarimukti. Kami juga langsung mempercepat pengolahan sampah di hotel dan resto," ucap Iwan, Senin (30/10/2023). Iwan mengatakan, sekitar awal September, sampah organik yang dipilah sudah mulai diangkut oleh UPT Pengelolaan Sampah, untuk kemudian disalurkan kepada pengolah maggot. "Hanya prosesnya agak sulit koordinasinya juga. Kami juga sudah study banding ke Taman Safari untuk melihat cara pengolahannya. Mudah-mudahan dalam waktu sebulan sudah bisa berproses," katanya. Iwan menyebutkan beberapa hotel yang sudah 100 persen menyelesaikan sampah di tempatnya adalah El Royal, Grand Cokro, dan Hotel Malaka. Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis dan Pemasaran Saung Angklung Udjo, Satria Yanuar Akbar mengatakan, Saung Angklung Udjo sudah mengelola 7 ton sampah secara mandiri. "Bahkan kami membuka wisata pengolahan sampah untuk anak-anak. Ini menjadi edukasi baru yang kami kembangkan," tutur Satria. Selain itu, menurut Satria pihaknya juga bekerja sama dengan Octopus (anak perusahaan Danone) untuk mengolah sampah anorganik di Cibeunying Kidul. Sistemnya serupa dengan Bank Sampah. "Terlebih sekarang turis-turis asing sudah mulai kembali, rata-rata seminggu ada 200 turis asing datang ke tempat kami. Permasalahan sampah kami akui cukup jadi PR di Cibeunying Kidul. Maka dari itu, sedang kami olah, mudah-mudahan minggu depan kami akan resmikan Cibeunying Kidul menjadi KBS," tuturnya. Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan, pihaknya terus mencoba membangun pemahaman dan komitmen menangani sampah. Dengan harapan sampah bisa selesai di hulu. "Saya yakin yang ada di kluster cafe, resto, tempat wisata, dan perhotelan juga bisa ikut berkomitmen," ucap Ema. Dari 135 TPS di Kota Bandung, saat ini sudah ada 108 TPS yang bisa ditangani dan mulai mendekati normal. "Kalau hotel di Kota Bandung bisa menangani sampah 100 persen, tidak usah ada kewajiban bayar retribusi sampah. Tinggal kita berkomitmen saja sampah selesai di tempat masing-masing," tutur Ema. Ema mengungkapkan, salah satu langkah inspiratif bisa dicontoh dari mal PVJ. Setiap hari PVJ memproduksi 5 ton sampah, 90 persen di antaranya adalah sampah organik. "Dan itu sudah selesai dengan maggot. Mereka mau berkorban penanganan masalah sampah, disiapkan lahan untuk menangani sampah dengan maggot. Lalu sampah anorganik kerja sama dengan pengepul. Sisanya 2 persen sampah residu yang dibuang ke TPA," jelasnya. Ema mengimbau, jangan sampai sampah mematikan potensi pariwisata Kota Bandung. Terlebih Kota Bandung sangat bergantung pada sektor jasa pariwisata. "Bebas, caranya bisa disesuaikan masing-masing. Silakan pilih cara seperti apa yang cocok untuk di lingkungannya. Jangan sampai di tempat bapak ibu semua ada sampah yang menumpuk. Itu kan membuat orang jadi tidak tertarik berkunjung," imbaunya.