Bisnis.com, CIREBON — Pemerintah Kabupaten Cirebon mengetuk palu Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional, Rabu (12/11/2025). Langkah itu dimaksudkan untuk melindungi ruang publik dari paparan asap rokok. Namun, di sisi lain, pelaku usaha di sektor hotel dan restoran mulai mengeluh karena khawatir kebijakan tersebut akan menekan jumlah pelanggan dan pendapatan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni, menjelaskan penerapan KTR merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat. “Perda ini bukan larangan merokok, tetapi penataan. Sekolah, perkantoran, tempat umum, tempat ibadah, taman bermain anak, dan angkutan umum kini ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok,” ujarnya, dikutip pada Sabtu (15/11/2025). Menurut Eni, pemerintah tetap menyiapkan area khusus bagi perokok agar tidak menimbulkan ketegangan sosial di lapangan. Pada tahap awal, penegakan aturan masih dilakukan secara persuasif. Dia menegaskan, kebijakan ini sejalan dengan agenda nasional pengendalian penyakit tidak menular dan penguatan kesehatan masyarakat. Baca JugaKepul Asap Cuan GGRM & HMSP Beda Arah, Intip Prospek Emiten RokokOpini: Mengenal Wajah Janusian Kesehatan dalam Rokok dan Vape Kekinian “Kalau lingkungan bersih dari asap, produktivitas meningkat, biaya pengobatan turun, dan secara ekonomi itu menguntungkan dalam jangka panjang,” kata Eni. Sementara itu, pelaku usaha di sektor jasa dan kuliner mengaku cemas. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cirebon, Ida Kartika, menilai kebijakan KTR bisa memukul aktivitas usaha yang selama ini bergantung pada kenyamanan pelanggan. “Sebagian besar tamu hotel dan pengunjung restoran datang untuk bersantai, sering kali sambil merokok. Kalau ruang itu dibatasi terlalu ketat, mereka bisa pindah ke daerah yang tidak menerapkan aturan serupa,” ujarnya. PHRI mencatat, pembatasan semacam ini di daerah lain sempat menurunkan omzet hotel dan restoran hingga dua digit. Ida berharap pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap dampak ekonomi yang mungkin timbul. Menurutnya, pemerintah bisa memberi insentif atau fleksibilitas bagi usaha kecil agar bisa menyesuaikan diri. “Kesehatan publik penting, tapi ekonomi lokal juga harus bernafas,” tegasnya. Kekhawatiran pelaku usaha bukan tanpa alasan. Penerapan KTR berpotensi menurunkan konsumsi rokok, yang berarti berimbas pada sektor hulu seperti industri tembakau, distribusi, dan petani. Penurunan produksi rokok bisa berdampak pada harga tembakau dan cengkeh, serta mengurangi pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Meski disadari memiliki efek ganda, Pemerintah Kabupaten Cirebon tetap yakin Perda ini akan membawa manfaat jangka panjang. “Tujuan akhirnya adalah masyarakat yang sehat dan produktif. Kalau sehat, ekonomi juga ikut tumbuh,” tegas Eni. Namun demikian, di balik semangat menciptakan ruang publik bebas asap rokok, suara-suara keberatan dari pelaku usaha menunjukkan bahwa kebijakan kesehatan sering kali datang dengan harga ekonomi yang tidak kecil. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel