KEDIRI – Angin pembaruan tengah berembus di sektor perhotelan Kota Kediri. Setelah lebih dari satu dekade sunyi tanpa pembaruan standar, Disbudparpora kembali menggulirkan sistem klasifikasi hotel sebagai langkah strategis merapikan ekosistem pariwisata kota. Selasa (18/11), Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Kediri, Bambang Priyambodo—yang akrab disapa Abah BP—mengundang Ketua PHRI Kediri Raya ke ruang kerjanya. Pertemuan tersebut menjadi simbol keseriusan pemerintah untuk membawa industri perhotelan kembali pada rel regulasi yang tepat, sekaligus menjawab tuntutan wisatawan yang kian beragam. Abah BP menegaskan bahwa klasifikasi hotel bukan sekadar urusan administrasi. Ia menyebutnya sebagai ikhtiar menyeluruh untuk memperbaiki tatanan pariwisata Kediri, mulai dari kualitas layanan hingga kesiapan sumber daya manusia. “Event terus bertambah, okupansi naik, tapi tanpa standar yang jelas, pembinaan tidak akan pernah berjalan efektif,” ujarnya. Ia mengungkapkan bahwa selama kira-kira 10 tahun, absennya klasifikasi dan registrasi ulang membuat hotel-hotel berjalan tanpa pedoman resmi. Sebagai tindak lanjut, Disbudparpora akan mengirim surat kepada PHRI untuk diteruskan ke seluruh pengelola hotel. Mereka diberi waktu tiga bulan, Desember, Januari, dan Februari untuk berbenah. Memperbaiki fasilitas, menyempurnakan legalitas, dan memastikan layanan memenuhi standar sebelum proses penilaian dimulai. Abah BP juga menyentil masalah klasik yang terjadi akibat lemahnya pembinaan: banyak hotel yang memasang “bintang” versi mereka sendiri. Tanpa penilaian resmi, wisatawan sulit membedakan kualitas layanan, dan citra pariwisata kota pun bisa ikut tercoreng. “Sudah lama Kediri tidak melakukan klasifikasi. Tak ada pembinaan, tak ada registrasi ulang. Akhirnya banyak hotel menetapkan bintangnya sendiri. Karena itu kami melakukan peninjauan ulang dan menyiapkan langkah baru agar sistem klasifikasi berjalan kembali,” tegasnya. Klasifikasi yang dihidupkan kembali ini mengacu pada regulasi nasional, mencakup aspek fasilitas, manajemen, legalitas usaha, kualitas pelayanan, kompetensi SDM, hingga pemenuhan standar CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment). Rentang waktu Desember 2025 – Februari 2026 ditetapkan sebagai masa persiapan sebelum tim turun melakukan penilaian langsung. Dari sisi industri, Ketua PHRI Kediri Raya, Sri Rahayu, menyambutnya dengan antusias. Ia mengakui bahwa lebih dari satu dekade telah berlalu tanpa klasifikasi resmi, sehingga kebijakan baru ini menjadi momentum penting bagi para pelaku usaha. PHRI pun siap berkolaborasi penuh, termasuk menyusun materi sosialisasi bagi seluruh manajemen hotel. “Klasifikasi itu bentuk pengakuan. Saat tamu memilih hotel berbintang, mereka tahu betul standar di balik setiap kategori. Mulai bintang satu hingga lima—semuanya punya pakem yang jelas. Ini juga mengangkat citra pariwisata,” ungkapnya. Dengan menggandeng pelaku industri, langkah Disbudparpora dan PHRI menjadi pondasi kuat untuk membangun kembali kepercayaan wisatawan. Klasifikasi hotel ini bukan hanya soal struktur formal, melainkan komitmen bersama untuk menyelaraskan Kediri dengan standar nasional dan membuka babak baru bagi dunia perhotelan kota. jurnalis : Anisa Fadila