Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Pariwisata Bali di 2025 Lagi Anomali, Turis Ramai tetapi Hotel Sepi

TABANAN, Kilasbali.com – Industri pariwisata di Bali sepanjang 2025 sedang menghadapi anomali antara jumlah kunjungan wisatawan dengan tingkat hunian (okupansi) hotel. Di satu sisi, tren kunjungan wisatawan yang datang ke Bali menunjukkan tren peningkatan di kisaran sepuluh persen. Namun, tren ini tidak berbanding lurus dengan okupansi hotel atau realisasi pendapatan asli daerah (PAD) di beberapa kabupaten potensial yang tidak terlampau signifikan. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace, mengungkapkan fenomena ketimpangan itu. “Saya membaca data tersebut, kunjungan wisatawan mengalami peningkatan sepuluh persen tidak diimbangi dengan peningkatan okupansi,” ujar Cok Ace di sela Seminar dan Expo PHRI Tabanan 2025 di Vila Umadhatu, Selemadeg Timur, Jumat (19/12). Sesuai data asosiasi yang dipimpinnya, terjadi penurunan okupansi hotel dari 66 persen ke posisi 58 persen. Ia menyebut keberadaan akomodasi wisata liar menjadi satu penyebab turunnya okupansi. Kondisi ini ditambah dengan kehadiran aplikator seperti Airbnb yang operasionalnya belum diatur dengan baik. Dengan aplikasi itu, banyak orang asing menyewa rumah, lalu menyewakannya kembali kepada turis lain dengan transaksi pembayaran dilakukan di luar negeri. Menurutnya, praktik ini menyebabkan PAD di sejumlah kabupaten potensial seperti Badung tidak meningkat signifikan meski turis ramai. “Ini yang mengacaukan tata niaga kami di (industri) pariwisata,” tegasnya. Ia memperkirakan, kondisi ini masih akan berlanjut sampai akhir 2025, khususnya saat libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Hitung-hitungannya, jika biasanya okupansi menyentuh di kisaran 80 hingga 90 persen, tahun ini diproyeksikan hanya mentok di posisi 70 persen saja. “Sekarang kami lihat di lapangan paling antara 60 sampai 70 persen,” kata Cok Ace. Disinggung mengenai pengawasan orang asing, ia tidak memungkiri ada beberapa kendala di lapangan. Karena itu, ia menyambut baik peluncuran sistem pelaporan secara digital yang dinamakan Cakrawasi oleh Polda Bali di kesempatan yang sama. Menurutnya, semua pihak di Bali saat ini sedang berbenah. Pihaknya di PHRI juga berupaya menyosialisasikan pentingnya melaporkan keberadaan orang asing di Bali. “Bahwa, laporan (keberadaan orang asing) tersebut sangat penting bagi kita semua. Terutama Bali, dalam beberapa bulan terakhir sering menjadi tempat kejahatan atau kriminalitas tingkat internasional,” sebutnya. Karena itu, ia mengimbau seluruh anggota PHRI untuk mengikuti aturan mengenai keimigrasian atau pengawasan orang asing. Termasuk, orang asing yang tinggal di akomodasi wisata anggota PHRI. Meski menghadapi tantangan berat di akhir 2025, Cok Ace menyebutkan bahwa pihaknya di PHRI Bali masih optimis dengan kondisi di 2026 mendatang. Namun, mantan Wakil Gubernur Bali ini juga mengingatkan pemerintah agar tidak hanya bertumpu pada sektor pariwisata. “Sektor-sektor lain seperti pertanian dan UMKM harus mendapatkan perhatian juga,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua PHRI Tabanan, I Nyoman Sugiarta, mengungkapkan persoalan mengenai keanggotaan yang masih rendah. Menurutnya, jumlah anggota PHRI Tabanan saat ini masih sangat minim. “Ini masih menjadi tantangan bahi kami untuk mengajak rekan-rekan pengusaha akomodasi wisata untuk bergabung ke PHRI,” kata Sugiarta. Menurutnya, saat ini baru ada sepuluh anggota yang tergabung dalam PHRI Tabanan. Padahal, data mengenai jumlah praktisi industri pariwisata sesuai database Dinas Pariwisata setempat sangat banyak. “Saya tidak tahu ya (penyebabnya). Tetapi kami akan tetap bergeliat,” kata Sugiarta. Untuk itulah, pihaknya menggelar berbagai kegiatan, salah satunya roadshow untuk menjadi wadah untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan mendapatkan informasi. “Kami tidak pasang target. Yang penting tiap hari ada yang merespon hingga bergabung,” pungkasnya. (c/kb).