Meski ada mengantongi izin rumah singgah, namun ditemukan indekos dan hotel melati di Samarinda memiliki fasilitas serupa hotel berbintang. SAMARINDA – Pesatnya pertumbuhan usaha rumah singgah, indekos, hingga losmen di Kota Tepian berpotensi memercik persaingan bisnis yang tak sehat dengan bisnis perhotelan lantaran diklaim menyediakan fasilitas yang nyaris serupa. Diperlukan sebuah regulasi yang menjadi pembatas antar dua sektor usaha penginapan tersebut. Rancangan regulasi itu kini tengah digodok para wakil rakyat di Basuki Rahmat, sebutan DPRD Samarinda. Panitia khusus (pansus) yang menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang guest house/home stay, indekos, hingga hotel melati tersebut menilik seperti apa realitas pelayanan sektor usaha ini (8/11). “Dari tinjauan lapangan memang benar pelayanan hingga fasilitasnya setara dengan hotel berbintang,” ungkap Ketua Pansus Ahmad Vanandza selepas tinjauan. Hal itu jelas menimbulkan ketimpangan dalam iklim usaha di sektor akomodasi atau penginapan di Samarinda. Polemik yang muncul, lanjut dia, tak hanya antar pengusaha penginapan. Di sisi penerimaan pendapatan daerah pun demikian. Khususnya penerapan pajaknya. Pajak untuk rumah singgah, indekos, hingga losmen/hotel melati jelas berbeda dengan perhotelan yang ada. Karena itu, lewat regulasi yang tengah dirancang ini, pansus berencana merincikan klasifikasi fasilitas untuk usaha rumah singgah, indekos, hingga losmen tersebut. “Dari jumlah kamar, fasilitas, hingga batasan tarifnya. Semua perlu diatur agar tak persaingan usahanya sehat,” lanjut politikus PDI Perjuangan itu. Tak sampai di situ, raperda ini nantinya juga akan mencoba mengatur zonasi pertumbuhan usaha tersebut agar tak memantik persoalan sosial dengan masyarakat di lingkungan. “Seperti tak boleh berada di kawasan gang sempit, Harus di jalan-jalan utama misalnya,” imbuhnya. Pola regulasi terkait klasifikasi rumah singgah, diakui Ahmad, ditiru DPRD dari pemerintahan di Yogyakarta dan Malang, Jawa Timur yang mengatur secara spesifik hal tersebut agar iklim usaha jasa penginapan tak berkonflik. Dari hasil tinjauan itu, pansus tengah merampungkan pembahasan sebelum disetorkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Samarinda sehingga bisa disahkan dalam waktu dekat. “Tinggal finalisasi,” singkatnya. Ditambahkan Ketua Komisi I DPRD Samarinda Joha Fajjal. Munculnya usulan DPRD untuk membuat peraturan daerah terkait rumah singgah, indekos, atau hotel melati ini memang berangkat dari keluhan yang disampaikan para pengusaha dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang mengeluhkan melorotnya okupansi kamar dari usaha mereka. “Memang benar dari aduan mereka (PHRI). Kenapa diusulkan karena itu jadi langkah kami untuk menjaga iklim usaha,” katanya.Fasilitas yang sama namun dengan tarif yang berbeda jelas memberikan dampak yang signifikan dalam persaingan usaha jasa akomodasi ini. Dewan, tegas Joha, hanya ingin mengatur ruang usaha masing-masing segmen usaha ini tak saling bersinggungan. “Makanya coba kami dorong membuat raperda itu. Biar ada kanal masing-masing yang jelas dari segmen usaha ini. perbedaan mecoloknya kan tentu dari fasilitas,” aku politikus Nasdem ini. Saat meninjau salah satu home stay di kawasan KH Khalid, Pasar Pagi, Samarinda Kota. Terlihat jelas meski mereka mengantongi izin rumah singgah namun fasilitas yang tersedia justru serupa hotel berbintang. “Makanya perlu aturan yang jelas merincikan seperti apa fasilitas untuk rumah singgah, indekos, atau hotel melati,” katanya mengakhiri. (ryu)