TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan tingkat hunian (okupansi) hotel pada Agustus 2023 ini mengalami penurunan. Merosotnya okupansi hote ini akan dirasakan sampai September 2023. Ketua PHRI Bantul, Yohanes Hendra mengatakan okupansi di Bantul cukup anjlok, setelah bulan Juni-Juli kemarin mengalami peningkatan yang signifikan. Jika okupansi pada Juni bisa mencapai 80 persen, Juli bahkan bisa melebihi 80 persen. Baca juga: Pemkab Magelang Naikkan Gaji Badan Permusyawaratan Desa, Ini Besarannya “Tapi di Agustus ini tingkat hunian 20-30 persen, bahkan kegiatan yang biasa dilakukan OPD (organisasi perangkat daerah), terhenti atau tidak ada kegiatan,” ujarnya Senin (21/8/2023). Ia mengungkapkan, biasanya tingkat kunjungan wisatawan dari luar kota di hari sabtu-minggu cukup tinggi. Namun pada Agustus ini, tingkat kunjungan cenderung rendah. Hendra berharap, kondisi ini tidak berkepanjangan dan pada September nanti sudah mulai ada kenaikan okupansi. Apalagi mendekati akhir tahun, perusahaan-perusahaan harus mengejar target tahunan untuk tutup buku. Namun demikian, Hendra mengakui bahwa low season di bulan Agustus-September ini hampir dirasakan setiap tahunnya. “Dari tahun ke tahun bahkan sebelum pandemi, okupansi di Agustus-September memang rendah. Tetapi kita tidak diam saja, maka kita buat promosi-promosi agar tingkat kunjungan baik itu destinasi atau hunian dapat meningkat di dua bulan ini,” ucapnya. Terpisah, Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono juga menyatakan hal yang serupa, tingkat hunian hotel di bulan ini jauh merosot dibandingkan bulan Juni-Juli. Ia mencatat, tingkat okupansi hanya mencapai 205 hingga 45persen. Kondisi hari libur 17 Agustus pun tak berdampak banyak. “Saat 17-an itu mencapai 60 - 80 persen, tapi kita nggak ngitung seperti itu, kan hanya satu malam. Dari tanggal 16 naik kemudian tanggal 17 melorot lagi,” katanya. Kondisi rendahnya tingkat hunian ini diperparah dengan masalah darurat sampah. Menurutnya, wisatawan sudah banyak mengeluhkan sampah yang menumpuk di pinggir-pinggir jalan. “Akibatnya, wisatawan yang mau stay 2-3 hari, dia merasa nggak nyaman, lalu pindah ke daerah lain,” bebernya. Maka dari itu, ia berharap permasalah sampah ini dapat segera berakhir dan dipercepat penanganannya. “Kalau berlarut-larut seperti ini, kita juga semakin berat, sebagai pelaku wisata juga semakin berat. Karena apapun bentuknya promosinya, tapi setelah datang ke sini kecewa, kan repot,” tandasnya. (nto)