Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Pengusaha Hotel Beberkan Efek Tarif Parkir Jakarta Jadi 25%

Foto: Pengunjung memarkir kendaraan roda dua di Stasiun KA Kalibata, Jakarta, Jumat, (8/12/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI ternyata juga memuat ketentuan mengenai pajak. Pajak yang diatur khusus di RUU DKJ ini adalah mengenai pajak jasa parkir dan pajak jasa hiburan. Kalangan pengusaha hotel memperkirakan kenaikan tarif pajak bakal mengerek kenaikan tarif hotel. "Dengan menaikkan dari 20% ke 25% aja, 5% pungutan tambahan yang dipungut ke masyarakat, otomatis harga kesundul semua, 5% aja naikin terus, sundulan ke lain-lain akan meningkat. Di hotel tarif hotel masuk, semua akan naik, itu nggak dipikirkan," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran kepada CNBC Indonesia, Senin (11/12/2023). Jika tarif hotel naik, dikhawatirkan itu bakal berdampak pada daya saing industri pariwisata di mata internasional. Sektor ini bukan hanya bersaing dengan sesama pemain di dalam negeri, melainkan juga dengan negara luar. Apalagi, ada potensi kenaikan tarif hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa naik hingga 3x lipat. "Setiap ada kenaikan pasti ada polemik, apalagi kenaikan tarif dari 20% jadi 25%. karena hotel itu tempat berbagai macam kegiatan, parkir itu jadi support-nya, jadi substansi utama. RUU DKJ itu bukan cuma masalah parkir, hiburan juga jadi masalah 25% jadi 75%, itu jadi sorotan," kata Maulana. Pengusaha melihat cara Pemda untuk menaikkan pendapatan daerah hanya dengan menaikkan pajak. Padahal, ada ancaman yang timbul dari kebijakan itu, yakni hilangnya daya saing hingga ditinggal wisatawan. Sementara di sisi pengusaha harus menekan biaya serendah mungkin. "Ini hal umum di Pemda, untuk menaikkan pendapatan mereka pikirnya fiskal dinaikkan, tapi paket wisata harus murah jadi swasta ditekan, fiskal daerah dinaikkan, jadi ngga sama-sama kolaborasi dengan pengusaha untuk ciptakan daya saing dengan negara lain," sebutnya. Ia mencontohkan bagaimana di industri penerbangan terkena pajak yang tinggi, pajaknya mulai dari avtur hingga suku cadang. Padahal di negara lain harga avtur lebih rendah karena pemerintahnya bisa meminimalisir pajak-pajak tersebut. "Daerah seperti parkir, hiburan, belum kita perbaiki kualitasnya, tapi fiskal daerah dinaikkan, ini akan jadi runyam, industrinya harus menekan harganya padahal bisnis swasta ngga mungkin ada profit, dia harus bisa survive untuk menghidupi operasional, artinya itu tergantung market," sebutnya. "Sementara biaya perizinan perpajakan udah tinggi duluan sehingga arah dukung pengusaha lokal utk survive di daerahnya sendiri ngga tercipta karena belum apa-apa pajaknya dulu yang dikejar, konsumen melihatnya ngga kompetitif," tukas Maulana. [Gambas:Video CNBC] Artikel Selanjutnya Sah! Mulai 1 Oktober Tarif Parkir di DKI Jakarta Bakal Naik (dce)